Menginginkanmu Bulan
Berlabuh di pangkuan malamku
Di beranda rumah mengganti hujan
mengganti denting air dan bulir embun
Menginginkanmu Bulan
Jatuh di sudut sudut gelap kota
Memeluk jiwa-jiwa yang terlukam
dan aku
Menginginkanmu Bulan
Berbicara padaku lagi
Memberi satu dua senyum nakal
dan menghiburku di tengah malam
Bulan
Teki apa yang tengah kau cipta
Langit apa yang tengah kau damba
Sedang malam gulita
dan jiwaku... entah berlari kemana?
Bulan
Jika urusan panjangmu telah usai
Berbaliklah dan katakanlah satu kata dua kata
Kita masih bisa bercengkrama di hutan-hutan tanpa tutupan.
Aku menginginkanmu, Bulan.
Aku ingin mengatakan kepadamu, kejujuran, bukan dusta. Bahagia itu Sederhana. Akan kubisikkan itu setiap pagi, dan engkau akan percaya, bahwa hati kita telah bahagia melalui cara-cara yang sederhana.
Kamis, 27 November 2014
Minggu, 23 November 2014
Menjadi seorang guru?
Pada mulanya aku membayangkan akan menjadi seorang guru yang
disenangi siswa-siswanya, yang mampu membangkitkan semangat para anak didiknya,
dan bisa menikmati keberhasilan dengan mnyaksikan siswa-siswa sukses menjadi
orang-orang yang berguna dalam hidupnya, baik untuk masyarakat maupun bangsa
serta Negara.
Namun kini, tantangan baru kuhadapi, setelah menceburkan
diri pada sebuah jurusan kuliah bernama pendidikan guru sekolah dasar,
mendapatkan rasa takut yang tak bisa dielakkan. Setelah dijejali berbagai macam
teori pembelajaran, metode, strategi, teknik, pendekatan, dan lain-lain justru
yang tumbuh bukanlah rasa ingin jadi “guru” yang semakin membara tetapi yang
muncul kini adalah “aku takut dan tidak percaya diri” untuk menjadi seorang
guru. Apalagi mendapati kenyataan, anak-anak di sekolah bagaikan
monster-monster kecil yang menyulutkan api perang setiap harinya, menguras
emosi, membuat kepala pusing, dan amarah yang hampir pecah. Dari beberapa kali
praktik mengajar yang kulakukan, tidak ada satupun kegiatan belajara yang
nampak manis dan menyenangkan, akan selalu ada rintangan yang ditimbulkan oleh
manusia kecil bernama “siswa”.
Suatu hari aku bertanya, mungkinkah ini karena praktik mengajar di perkuliahan yang kurang?
Setiap hari kami pergi ke kampus, duduk di kursi dengan manis, mendiskusikan berbagai kemungkinan pembelajaran yang terjadi di dalam kelas yang kelas dan siswa-siswanya hanya adal dalam benak kepala. Lalu mempelajarai berbagai metode, kemudian menerapkannya pada kondisi yang kita tak tahu, beginikah ketika di lapangan? Yang jelas aku hanya melihat bahwa kita terlalu banyak berpikir dalam praktik yang kosong. Melihat kelemahan bahwa perguruan tinggi hanya mengadakana pelatihan mengajar di akhir tahun, saat beberapa bulan lagi akan dinyatakan lulus.
Di belahan Negara lain, lembaga pendidikan “pabrik guru” telah menyadari betapa pentingnya sebuah praktik mengajar bagi seorang calon guru. Mengutamakan praktik berarti telah memberi kesempatan keada seluruh calon guru untuk berpikir ulang “apakah aku benar-benar ingin menjadi seorang guru?”, kenyataan dilapangan bahwa kelak engkau akan menjadi seorang guru dengan siswa yang tidak selalu manis, bahwa inilah yang akan dihadapi. Banyak masalah yang menuntut keningmu untuk mengkerut, bibirmu mengerucut, bahkan matamu meneteskan air. Inilah yang akan kau temui! Adakah masih ingin bertahan untuk menjadi guru dengan optimis dan gigih? Karena dengan menjadi guru, artinya menentukan arah masa depan bangsa. Ibaratnya peran guru adalah seseorang yang sedang lomba marathon di kegelapan, orang tidak peduli, biapun ada yang peduli ia tak menghargai, tapi seorang guru akan terus berlari dan menghargai setiap langkah usahanya, karena ia yakin janji kemenangan di depan sana.
Pelatihan mengajar diadakan di awal tahun, bahkan di setiap bulan, memberikan ruang pada calon guru untuk memahami masalah-masalah yang akan ditemui. Tidak sekedar mengawang-ngawang.
Saya hanya seorang mahasiswa tingkat akhir yang kebetulan berada di jurusan PGSD, lalu mulai meragukan ilmu yang telah dipelajari. Sudah cukupkah ilmu-ilmu ini untuk menjadi bekal saya? Akankah saya mampu menjadi seorang guru? Dengan kapasitas yang saya miliki ini? Sungguh meragukan diri sendiri adalah hal yang sangat mematikan.
Apa yang membuat saya berpikir jika saya tak bisa menjadi seorang guru? Saya mulai mencari alasan untuk setiap masalah tersebut, mencari tahu penyebabnya. Ya, apa yang saya temui ternyata adalah: pengalaman saya tidak nyaman dengan pembelajaran yang saya lakukan.
Baiklah, jika saya tidak nyaman, bagaimana membuat pembelajaran menjadi nyaman untuk diri saya?
Usaha yang paling mungkin adalah saya belajar dari pengalaman orang lain, akhirnya Tuhan menemukan saya dengan sebuah buku yang akhirnya dapat membuka kelopak mata saya untuk memandangi sebuah kejaiban bernama: “Siswa-siswa itu Menyenangkan!”
LouAnne Johnson menulis dengan detail dalam bukunya Pengajaran yang Kreatif dan Menarik, bahwa sebagai seorang guru akan dituntut dalam 3 area: interpersonal, akademik, dan kepemimpinan.
Interpersonal berhubungan dengan kecerdasan komunikasi soerang guru, akademik berhubungan dengan kecerdasan intelektual guru, dan kepemimpinan berhubungan dengan kecerdasan management guru. Bagaimana ketiga aspek tersebut menjadi mutlak untuk guru yang super, excellent, atau good. Menjadi guru yang disukai, tegas, humoris, cerdas, dan diikuti. Bagaimana bisa semua karakter yang saling bertentangan itu harus dimiliki guru? Disukai tapi juga disegani, humoris tapi tegas, bagaimana caranya?
Menghormati diri anda sendiri sebagai guru akan berimplikasi pada penghargaan Anda pada siswa, tidak dikendalikan situasi, tapi ANDALAH YANG mengendalikan SITUASI, bukan menguasai siswa-siswa, tapi anda bisa mengendalikan diri anda sendiri dan kelas anda. Jika ada seseorang yang tidak sopan menginterupsi penjelasan Anda saat sedang seriusnya mengajarkan sebuah teori, mungkin kita akan berteriak, “Zaki diam!” atau “Zaki, duduk!” atau “Zaki, dengarkan Ibu, jika tidak, Ibu keluarkan kamu dari kelas, atau ibu hukum kamu.” Dan serangkain perintah serta ancaman.
Tapi itu justru menjadi tampak menyenangkan untuk siswa, karena tandanya anda tertarik dengan situasi buruk yang diciptakan, untuk itulah kita harus tenang, coba melangkah ke arah Zaki dan memintanya dengan sopan “Zaki, ibu berharap kamu keluar kelas sebentar.” Tanpa jeda, kita bisa membukakan pintu kelas, dan mentapa Zaki dengan tatapan harapan. Ketika Zaki berkenan ia akan melangkah keluar kelas, dan kita bisa berbicara di luar kelas barang satu menit, untuk mengajaknya kerjasama, jika ia bisa belajar di kelas dan artinya bekerjasama dengan kita, ia diperbolehkan masuk, jika ia tetap ingin mengganggu kelas dan berbuat onar, ia akan dikirim ke kantor, atau ruang guru. Biarkan ia berpikir dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Beri tanda, jika ia memutuskan. Misal ketuklah pintu jika ia ingin bergabung. Dan lanjutkanlah pelajaran kita.
Nah, bukankah berat pekerjaan seorang guru? Karena ia tidak hanya memberikan palajaran akademik semata, ia kini menjadi sosok sentral dalam panggung kelas, dituntut menjadi sosok yang disukai dan menjadi inspirasi siswa-siswanya. Bukankah setiap perbuatan dan perkataan guru akan terekam di benak siswa dengan jelas?
Menjadi seorang guru?
Seperti remaja yang baru menginjak dewasa, saya tiba-tiba merasa merindukan sebuah ruangan pribadi, sebuah kamar yang bisa saya dekorasi sekeinginan hati, ya sebuah kamar bernama kelas. Ingin memiliki ruangan sendiri yang bisa saya eksplorasi tanpa campur tangan siapapun, dengan siswa yang beraneka ragam.
Saya mulai membayangkan diri saya berada ditengah-tengah mereka, sebagai sosok baru yang sama sekali tak pernah mereka kenali. Lalu saya mulai berpikir, apa yang saya inginkan? Apakah saya akan benar-benar mengajari mereka? Ilmu apa yang saya miliki sehingga saya berhak mengajari mereka?
“Apa yang saya inginkan dari siswa-siswa saya untuk mereka ketahui ketika mereka meninggalkan kelas?”
Saya ingin siswa-siswa saya memiliki kemampuan akademis yang lebih baik, memiliki rasa yang kuat akan standar-standar etis mereka sendiri, kehausan yang tak pernah puasa pada pengetahuan, hasrat menjadi sukses sesuai definisi sukses mereka, dan kekuatan karakter untuk memperlakukan manusia dengan pengormatan dan harga diri.
Begitulah jawaban Johnson.
Baiklah, kita mulai masuk pada praktik dan teknis yang harus disiapkan oleh seorang guru yang benar-benar ingin menciptakan perubahan. Ini mengingatkan saya, karena sebentar lagi saya harus PLP, dan kemungkinan sekali untuk berhadapan dengan kondisi siswa yang tidak menyenangkan.
Saya menghadiahi benak saya dengan sebuah ruangan kelas dan sejumlah murid.
Baiklah, Ibu Eli, sekarang lakukan persiapan.
Suatu hari aku bertanya, mungkinkah ini karena praktik mengajar di perkuliahan yang kurang?
Setiap hari kami pergi ke kampus, duduk di kursi dengan manis, mendiskusikan berbagai kemungkinan pembelajaran yang terjadi di dalam kelas yang kelas dan siswa-siswanya hanya adal dalam benak kepala. Lalu mempelajarai berbagai metode, kemudian menerapkannya pada kondisi yang kita tak tahu, beginikah ketika di lapangan? Yang jelas aku hanya melihat bahwa kita terlalu banyak berpikir dalam praktik yang kosong. Melihat kelemahan bahwa perguruan tinggi hanya mengadakana pelatihan mengajar di akhir tahun, saat beberapa bulan lagi akan dinyatakan lulus.
Di belahan Negara lain, lembaga pendidikan “pabrik guru” telah menyadari betapa pentingnya sebuah praktik mengajar bagi seorang calon guru. Mengutamakan praktik berarti telah memberi kesempatan keada seluruh calon guru untuk berpikir ulang “apakah aku benar-benar ingin menjadi seorang guru?”, kenyataan dilapangan bahwa kelak engkau akan menjadi seorang guru dengan siswa yang tidak selalu manis, bahwa inilah yang akan dihadapi. Banyak masalah yang menuntut keningmu untuk mengkerut, bibirmu mengerucut, bahkan matamu meneteskan air. Inilah yang akan kau temui! Adakah masih ingin bertahan untuk menjadi guru dengan optimis dan gigih? Karena dengan menjadi guru, artinya menentukan arah masa depan bangsa. Ibaratnya peran guru adalah seseorang yang sedang lomba marathon di kegelapan, orang tidak peduli, biapun ada yang peduli ia tak menghargai, tapi seorang guru akan terus berlari dan menghargai setiap langkah usahanya, karena ia yakin janji kemenangan di depan sana.
Pelatihan mengajar diadakan di awal tahun, bahkan di setiap bulan, memberikan ruang pada calon guru untuk memahami masalah-masalah yang akan ditemui. Tidak sekedar mengawang-ngawang.
Saya hanya seorang mahasiswa tingkat akhir yang kebetulan berada di jurusan PGSD, lalu mulai meragukan ilmu yang telah dipelajari. Sudah cukupkah ilmu-ilmu ini untuk menjadi bekal saya? Akankah saya mampu menjadi seorang guru? Dengan kapasitas yang saya miliki ini? Sungguh meragukan diri sendiri adalah hal yang sangat mematikan.
Apa yang membuat saya berpikir jika saya tak bisa menjadi seorang guru? Saya mulai mencari alasan untuk setiap masalah tersebut, mencari tahu penyebabnya. Ya, apa yang saya temui ternyata adalah: pengalaman saya tidak nyaman dengan pembelajaran yang saya lakukan.
Baiklah, jika saya tidak nyaman, bagaimana membuat pembelajaran menjadi nyaman untuk diri saya?
Usaha yang paling mungkin adalah saya belajar dari pengalaman orang lain, akhirnya Tuhan menemukan saya dengan sebuah buku yang akhirnya dapat membuka kelopak mata saya untuk memandangi sebuah kejaiban bernama: “Siswa-siswa itu Menyenangkan!”
LouAnne Johnson menulis dengan detail dalam bukunya Pengajaran yang Kreatif dan Menarik, bahwa sebagai seorang guru akan dituntut dalam 3 area: interpersonal, akademik, dan kepemimpinan.
Interpersonal berhubungan dengan kecerdasan komunikasi soerang guru, akademik berhubungan dengan kecerdasan intelektual guru, dan kepemimpinan berhubungan dengan kecerdasan management guru. Bagaimana ketiga aspek tersebut menjadi mutlak untuk guru yang super, excellent, atau good. Menjadi guru yang disukai, tegas, humoris, cerdas, dan diikuti. Bagaimana bisa semua karakter yang saling bertentangan itu harus dimiliki guru? Disukai tapi juga disegani, humoris tapi tegas, bagaimana caranya?
Menghormati diri anda sendiri sebagai guru akan berimplikasi pada penghargaan Anda pada siswa, tidak dikendalikan situasi, tapi ANDALAH YANG mengendalikan SITUASI, bukan menguasai siswa-siswa, tapi anda bisa mengendalikan diri anda sendiri dan kelas anda. Jika ada seseorang yang tidak sopan menginterupsi penjelasan Anda saat sedang seriusnya mengajarkan sebuah teori, mungkin kita akan berteriak, “Zaki diam!” atau “Zaki, duduk!” atau “Zaki, dengarkan Ibu, jika tidak, Ibu keluarkan kamu dari kelas, atau ibu hukum kamu.” Dan serangkain perintah serta ancaman.
Tapi itu justru menjadi tampak menyenangkan untuk siswa, karena tandanya anda tertarik dengan situasi buruk yang diciptakan, untuk itulah kita harus tenang, coba melangkah ke arah Zaki dan memintanya dengan sopan “Zaki, ibu berharap kamu keluar kelas sebentar.” Tanpa jeda, kita bisa membukakan pintu kelas, dan mentapa Zaki dengan tatapan harapan. Ketika Zaki berkenan ia akan melangkah keluar kelas, dan kita bisa berbicara di luar kelas barang satu menit, untuk mengajaknya kerjasama, jika ia bisa belajar di kelas dan artinya bekerjasama dengan kita, ia diperbolehkan masuk, jika ia tetap ingin mengganggu kelas dan berbuat onar, ia akan dikirim ke kantor, atau ruang guru. Biarkan ia berpikir dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Beri tanda, jika ia memutuskan. Misal ketuklah pintu jika ia ingin bergabung. Dan lanjutkanlah pelajaran kita.
Nah, bukankah berat pekerjaan seorang guru? Karena ia tidak hanya memberikan palajaran akademik semata, ia kini menjadi sosok sentral dalam panggung kelas, dituntut menjadi sosok yang disukai dan menjadi inspirasi siswa-siswanya. Bukankah setiap perbuatan dan perkataan guru akan terekam di benak siswa dengan jelas?
Menjadi seorang guru?
Seperti remaja yang baru menginjak dewasa, saya tiba-tiba merasa merindukan sebuah ruangan pribadi, sebuah kamar yang bisa saya dekorasi sekeinginan hati, ya sebuah kamar bernama kelas. Ingin memiliki ruangan sendiri yang bisa saya eksplorasi tanpa campur tangan siapapun, dengan siswa yang beraneka ragam.
Saya mulai membayangkan diri saya berada ditengah-tengah mereka, sebagai sosok baru yang sama sekali tak pernah mereka kenali. Lalu saya mulai berpikir, apa yang saya inginkan? Apakah saya akan benar-benar mengajari mereka? Ilmu apa yang saya miliki sehingga saya berhak mengajari mereka?
“Apa yang saya inginkan dari siswa-siswa saya untuk mereka ketahui ketika mereka meninggalkan kelas?”
Saya ingin siswa-siswa saya memiliki kemampuan akademis yang lebih baik, memiliki rasa yang kuat akan standar-standar etis mereka sendiri, kehausan yang tak pernah puasa pada pengetahuan, hasrat menjadi sukses sesuai definisi sukses mereka, dan kekuatan karakter untuk memperlakukan manusia dengan pengormatan dan harga diri.
Begitulah jawaban Johnson.
Baiklah, kita mulai masuk pada praktik dan teknis yang harus disiapkan oleh seorang guru yang benar-benar ingin menciptakan perubahan. Ini mengingatkan saya, karena sebentar lagi saya harus PLP, dan kemungkinan sekali untuk berhadapan dengan kondisi siswa yang tidak menyenangkan.
Saya menghadiahi benak saya dengan sebuah ruangan kelas dan sejumlah murid.
Baiklah, Ibu Eli, sekarang lakukan persiapan.
- Siapkan ruangan Anda, bagaimana tempat duduk Anda dan siswa, situasi ruangan, tempelkan kata-kata motivasi, dekorasi ruangan dengan cat yang menyenangkan, tanam pohon palm palsu di sudut ruangan, gelar karpet lembut di sana, dan pastikan sepatu siswa disimpan di rak di sudut ruangan. Siapkan perlengkapan belajar sampai kesehatan, kotak “alat tulis boleh pinjam”, dan jangan lupa percayakan pembagian tugas untuk menjaga apa yang telah anda susun ke beberapa siswa.
- Buatlah agenda harian yang akan anda tempelkan di papan tulis, jika perlu buatlah agenda semester. Buat kalender kelas, beri tanda, kapan ujian, kapan kuis, kapan hari libur, kapan hari special kelas, bahkan kapan ulang tahun siswa-siswa Anda. Biarkan kalender itu dipasang di dinding kelas, dan siswa Anda mampu membacanya, buatlah pengumuman atau memo, tiga hari sbeelum ujian, agar anak-anak Anda mempersiapkan dirinya.
- Pada hari pertama Anda mengajar bu Eli, tidak perlu memulai dengan aturan yang justru akan membuat siswa kecut, fokuslah dengan merengkuh siswa-siswa melalui otak interaktif mereka. Dapatkan pegangan yang kuat. Akan ada banyak waktu untuk menyampaikan aturan.
----------------------------------------------
Pastikan setelah memenuhi persiapan, jadikan minggu pertama
PLP menjadi minggu utama.
Hari pertama mulai dengan senyuman, pilihlah kegiatan sederhana namun cukup menarik, missal membuat kartu nama model tenda untuk diletakkan di meja belajar mereka. Sediakan kartu indeks dan spidol warna, biarkan siswa menulis namanya sendiri-sendiri. Atau menuliskan nama-nama mereka, lalu secara acak menyimpan nama-nama tersebut pada kursi yang harus mereka duduki. Atau meminta mereka menuliskan belajar seperti apa yang mereka inginkan, cita-citanya, dan masalahnya.
Jangan dilupakan, pakaian, cara berbicara, intonasi, volume suara, pilihan kata, dan terutama ekspresi wajah.
(Tulisan untuk siap-siapa PLP. Az.)
Hari pertama mulai dengan senyuman, pilihlah kegiatan sederhana namun cukup menarik, missal membuat kartu nama model tenda untuk diletakkan di meja belajar mereka. Sediakan kartu indeks dan spidol warna, biarkan siswa menulis namanya sendiri-sendiri. Atau menuliskan nama-nama mereka, lalu secara acak menyimpan nama-nama tersebut pada kursi yang harus mereka duduki. Atau meminta mereka menuliskan belajar seperti apa yang mereka inginkan, cita-citanya, dan masalahnya.
Jangan dilupakan, pakaian, cara berbicara, intonasi, volume suara, pilihan kata, dan terutama ekspresi wajah.
(Tulisan untuk siap-siapa PLP. Az.)
Selasa, 18 November 2014
Ikhlas...
Memang seperti kebanyakan orang, aku terbiasa berkata iklas, ikhlasin saja, aku ikhlas, ya hidup mesti ikhlas, ikhlas banget kok...
Tapi rupanya kita lupa dengan hukum belajar, bahwa ujian sesuatu materi hanya diberikan untuk mereka yang memang belum memiliki skill di materi tersebut. Misal seorang siswa belum menguasai aljabar, maka ia akan diuji dengan aljabar.
Lalu, ujian keiklasan hidup ini? Bukankah ini pertanda aku harus bisa menguasai ilmu ikhlas? Bagaimana caranya?
Ikhlas, ya. Sebuah ilmu yang perlu diperbarui setiap hari, lesensi ilmu ikhlas ini mesti dipertahankan. Sebab banyak hal pula yang dapat menyebabkan ilmu ini hilang, seperti tinggi hati, apresiasi diri berlebihan, bangga diri, merasa paling baik, merasa sempurna.... serta tentu saja karena lupa jika hidup ini hanya titipan.
Karena hidup memang titipan, jadi dijalani nyapun harus sesederhana mungkin, tidak merasa berlebihan dalam memiliki sesuatu atau mencintai sesuatu. Saat Allah percaya, ia titipkan pada kita fisik yang sempurna, harta yang cukup, orang-orang yang baik. Namun jika suatu saat Allah mengambulnya, akankah kita menyesal atau marah?
Bukankah Allah pemiliknya? Mengapa harus marah? Mengapa harus tidak terima? Semuanya milik Allah termasuk jiwa kita, dan yang tersisa dari kita adalah dosa, kita tak pernah memiliki apa-apa.
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib,
tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui
apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur
melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun
dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering,
melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)” (QS. Al An’am:59).
Lalu jika ini adalah perbuatan Allah, akankah kita menyesal? Jika penyesalan adalah karena diri kita yang teledor, wajar, itu tandanya kita berjanji untuk tidak teledor. Namun untuk berburuk sangka pada perbuatan Allah? menyesal karena perbuatan Allha?
Dan kehendak Allah tidak pernah sekalipun untuk mendzolimi hambanya.
"Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah,
dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat
gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar. (Annisa: 40)
Dua bulan lalu saya kehilangan orang yang paling berjasa, yang rela menukarkan nyawa demi melahirkan ku.
Kemarin, satu-satunya impian yang tercoret di buku mimpi, raib pula, handphone kesayangan, yang jadi pembantuku saat menyelesaikan tugas.
Ya, inti dari semua ini adalah ikhlas, nerimo. Dan tentu saja dengan berbaik sangka terhadap ketentuan Allah.
Aku tak pernah tahu, ini baik atau buruk. Tetapi, aku hanya harus berbaik sangka pada Tuhanku..
Setiap kehilangan akan tergantikan, setiap yang pergi akan kembali, setiap yang naik akan turun, setiap yang memberi akan menerima. Inilah hukum kembali.
Aku? Hanya harus bersemangat, untuk menata diriku, menata aktivitasku, untuk menjadikan pribadi yang lebih baik di mata Allah, dan berusaha mendapatkan cintaNya. Berusaha dapat bermanfaat seluas-luasnya dan sebanyak-banyaknya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersemangatlah dalam hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah dan jangalah kamu malas! Apabila kamu tertimpa sesuatu, janganlah kamu mengatakan : ’Seaindainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan jadi begini atau begitu’, tetapi katakanlah : ‘QoddarallÄhu wa maa syÄ-a fa’ala” (HR. Muslim)
Ini semua sudah takdir Allah, ikhlas dan move on!
Az, gedung baru, 19/11/14; 10;08.
Minggu, 05 Oktober 2014
Apa kabar cinta dalam hatimu?
Aku melihat cinta
seperti pelita. Menyala tenang terangi malam, terkadang angin berhembus dan
hampir membuatnya mati, atau kadang juga angin mengobarkannya lebih nyala.
Kini pelita itu
kehilangan daya, habis kering sudah minyak yang menjadikannya sinar. Cinta itu
hampir saja padam… jika saja.. jika saja… aku tak lantas menemukan Mu…
Aku bersyukur
menemukannya dalam wujud lain yang berbeda, bukan sesuatu yang mulanya sangat
ingin kuingkari pertemuannya.
Pada mulanya engkau
adalah bagian dari malam yang menjadikan hidup ini hitam, sikap yang
ditunjukkan lebih banyak berseberangan, ideology yang hampir tak menemukan
titik temu. Namun entah, karena itukah aku merasa engkau adalah tetesan lilin
panas yang membeku di ujung jariku. Aku merasa panas dan tak mampu melepaskan
rasa itu sampai ia dingin sekalipun.
Siapakah engkau
gerangan?
Bukan sesuatu yang
mudah untuk menemukan dan memutuskan engkau menjadi sesuatu yang “special”.
Dimulai dari pengingkaran, rasa benci, dan berbagai penampikan…. Akhirnya hati
sekejap berubah menjadi rasa nyaman, menghargai, toleransi, dan sayang. Ketika
kelemahan itu muncul dihadapanku, tak ada lagi rasa ingin menunjukkan betapa
lemahnya engkau, tersisa adalah kasih yang tiada batas untuk terus memaklumi…..
Benar saja,
ketertarikan kita pada seseorang tak akan lama jika hanya didasarkan pada
kelebihan, lantas apa yang membuat rasa tertarik ini begitu lama bertahan? Ya,
menyukai karakter, menyempurnakan kekurangan dari diri masing-masing…
Jika diibaratkan
engkau seperti sosok yang berkarakter jahat, dan jiwaku melihat kejahatan itu
sebagai sebuah peluang untuk menjadi baik, begitulah aku menatapmu, engkau
manusia yang baik, dan ada banyak peluang untuk terus kita bersama melangkah
saling memperbaiki untuk terus jadi baik lagi baik dan terus memperbaiki sampai
akhir.
Tapi kini, tapi
kini… tapi kini, aku merasa telah semakin berubah, banyak yang berbeda dalam
diriku sendiri… mungkin karena uban yang terus tumbuh akhir-akhir ini, usia
renta atau pengikisan diri oleh waktu yang tak tentu…. Dalam mataku engkau pun
berubah.
“Bukan kita yang
menghendaki perubahan, namun waktu yang memaksa untuk terus bergulir dan
meciptakan perubahan-perubahan, kecil atau besar, terlihat atau tak terlihat,
diduga atau tak terduga.”
Tak pernah
berkurang perasaanku terhadap sesuatu, namun waktu memberiku pilihan, sesuai
keyakinanku dan prinsif hidup yang harus kupegang. Rasa yang kumiliki tak hanya
soal seseorang, melainkan juga tentang masa depan dan kehormatan (izzah).
“Kamu berhak
terhadap sesuatu yang disukai, tapi hak itu tidak harus lantas menjadikanmu
lemah. Hidup ini mesti realistis. Tak ada lagi Shah jahan yang membangunkan Taj
Mahal untuk istrinya, jangan terus berangan, ini kenyataan.”
Dan rekahan harapan
jadi satu-satunya hiburan, doa-doa tak boleh kering, akan selalu doa itu terus
diuntai kelangit, dan jadi tangga untuk menemukan cinta Tuhan.
Sejujurnya aku
takut menuliskan semua ini, aku sangat ketakutan, tulisan ini akan mengubah
pandangan seseorang terhadap kepribadianku. Namun menulis itu mesti jujur, tak
boleh ada yang dikurangi satu senti pun.
Belajar dari
masalalu, bahwa setiap takdir yang terjadi selalu bermula karena keputusan yang
gegabah, keputusan bersikap yang terlalu berani. Ya persis seperti menulis ini.
Sangat berani, apalagi di media yang setiap manusia bisa mengaksesnya,
membacanya, ada yang memikirkannya, ada yang mencibirnya, ada yang diam-diam
menyimpannya, ada pula yang merasa satu perasaan, atau juga ada yang tak peduli
dan bahkan tak mengerti…………….
Lalu sebaiknya
bagaimana?
Aku mendiamkan semuanya,
membiarkannya mengalir dan hanyut, lalu tak boleh ada kata::: baik berupa
pernyataan maupun pertanyaan. Kita jalani saja, perlahan-perlahan. Jangan
membuat riak diatas riak, dunia sudah cukup ricuh dan keruh…………
Adapun tentang
jiwaku yang tak pernah kehilangan harap, ada penyerahan diri yang kuat. Tentang
cinta yang mulanya kusadari sebagai sebuah fitrah, lalu kuhapuskan layaknya
sebuah kesalahan, dan rasa takut yang begitu dalam…
Diatas semua itu
ada Allah, dan satu-satunya janji yang dapat kupercayai dari dunia adalah janji
Allah. Barang siapa mengehendaki suatu kebaikan, hendaklah ia mempersiapkan
diri untuk menerima kebaikan itu.
Allah, aku
menghendaki sebuah keluarga dan keturunana yang salih yang terlahir dari rahim
pendosa sepertiku.
Adalah,
satu-satunta tumpuan: Engkau yang mengampuni kelam masalalu, yang memberi
jawaban dan menghapus keputusasaan dan kekhawatiran dari hati kami.
Biarkanlah cinta
tetap mengalir, dan muaranya adalah Allah.
Siapalah aku, mampu
mempertahankan dan menuntutmu untuk tetep menyimpan rasa?
Siapalah aku, aku
tak akan mampu membuatmu merubah pikiran, perasaan, dan hati…
Sungguh hanya Allaah
yang berhak membolak-balik, hatiku atau hati sesiapapun…
Adapun tentang hatimu.
Akan kupahami sebagai sebuah miniature impian. Yang bukan lagi tentang aku
didalamnya, melainkan tentang peradaban yang akan dibangun satu abad ke depan.
Bukan?
Senin, 18 Agustus 2014
Ibu, Maafkan Anakmu.
Bahagia itu teramat sederhana...
Ketika rasa syukur dan sabar senantiasa dijadikan senjata paling teruji disetiap kondisi dan situasi.
Sahabat, tahukah kita bahwa: Ketika kita mempercayai sebuah prinsip, maka Allah akan mengujinya, apakah kita sungguh-sungguh terhadap prinsip yang kita yakini tersebut atau hanya sekedar basa-basi? Begitullah Allah menyatakan, "Apakah mereka kira bahwa Kami akan membiarkan mereka setelah mereka menyatakan beriman? Sungguh kami akan mengujinya dengan kebaikan dan keburukan, untuk melihat siapakah yang beriman dengan sungguh-sungguh?"
Maka hari Jumat lalu, tepat 1 Agustus yang menjadi memoriku... tahun ini.. tiada kuduga... Allah mengujiku dengan kebaikan. Dan bertambahlah kebahagiaanku, satu persatu...
Embun yang kujaga agar tak tumpah, hari ini jatuh menetes ke tanah, bersatu bersama ribuan dan milyaran tetes lainnya. Menuju alam yang tak tiada terbayangkan kedahsayatannya dan ke"rahasiaannya."
Malam ini malam kedua, dan langit malam kutengok, tiada lagi sabit, tiada lagi rembulan, gerimis malam membasahi wajahku yang tengadah...
Ku harap doa-doaku tak sekelam itu, dan karena hatiku tengah bahagia, tolong... tentramlah damailah malam...
Seperti biasa... setelah jariku tak lagi lelah, aku mulai mengingat, jika harus ada kenangan yang mesti kurapihkan bersama serpihan hikmahnya, yang mesti kubagi agar manusia semua mengerti... jika"dari perpisahan kita harus belajar menghargai kebersamaan"...
Kumulai dari mana cerita ini?
Kumulai dari tiga hari lalu saja, selesai makan takjil dan solat magrib, aku baru ingat untuk mengecek handphone. Ya ada banyak panggilan tak terjawab, dan 2 pesan masuk. dari nomor yang sama bertuliskan "Ema". Ku cek pesan masuknya, bertuliskan, "El ema..." dan "El, ema sakit."
Dengan tangan yang bergetar aku mulai merasa sangat gigil dan khawatir, lalu ku telpon balik... suara disana terdengar terisak, dan aku sengaja me-loudspeaker-kan panggilan, agar semua orang rumah tahu, tanpa aku harus menjelaskan, ibu bapak turut mendengar... dan aku mengatakan "teteh, insya Allah, eli ke Tasik Esok hari."
Namun, ada yang sangat menyakitkan dihati dengan berkata seperti itu, ini adalah hari ke-empat bulan syawal... dan aku sama sekali belum sempat meraih tangan ema untuk kucium dan kusesap baunya, atau kupeluk tubuhnya dan merasakan wangi keringatnya...lalu kuminta ridhonya, aku belum melakukan itu.... belum sama sekali.. dan airmataku jatuh-jatuh-perlahan...
Aku sadar, aku harus kuat, perut yang belum kuisi, kupaksa untuk kumasukan tiga sampai enam suapan. Dan rasa asin airmata menyatu di dalam mulutku. Aku ingin terbang saja ke emak, dan sampai dalam hitungan detik. Tapi, ternyata aku tak punya sayap.... lalu sambil megunyah, kuraih telpon genggam dan mencoba hubungi kakak satu lagi yang membersamai emak berangkat ke Rumah Sakit.
"Hallo, teteh lagi dimana sekarang?"
"Teteh di Cibodas El, yang ada pabrik Daiki.. macet,"
"Emak mau di rujuk ke RS mana?"
"Gak tahu el, mau ke dokter Dadan dulu yang belakang masjid agung, dokter dalam, atau ke RSU ya..."
"teteh coba langsung saja ke RSU, biar ditangai langsung sama yang jaga..."
"Oh, iya El.."
dan.. percakapan itu membulatkan keputusanku.. aku ingin malam ini juga ke sana...
Ketika rasa syukur dan sabar senantiasa dijadikan senjata paling teruji disetiap kondisi dan situasi.
Sahabat, tahukah kita bahwa: Ketika kita mempercayai sebuah prinsip, maka Allah akan mengujinya, apakah kita sungguh-sungguh terhadap prinsip yang kita yakini tersebut atau hanya sekedar basa-basi? Begitullah Allah menyatakan, "Apakah mereka kira bahwa Kami akan membiarkan mereka setelah mereka menyatakan beriman? Sungguh kami akan mengujinya dengan kebaikan dan keburukan, untuk melihat siapakah yang beriman dengan sungguh-sungguh?"
Maka hari Jumat lalu, tepat 1 Agustus yang menjadi memoriku... tahun ini.. tiada kuduga... Allah mengujiku dengan kebaikan. Dan bertambahlah kebahagiaanku, satu persatu...
Embun yang kujaga agar tak tumpah, hari ini jatuh menetes ke tanah, bersatu bersama ribuan dan milyaran tetes lainnya. Menuju alam yang tak tiada terbayangkan kedahsayatannya dan ke"rahasiaannya."
Malam ini malam kedua, dan langit malam kutengok, tiada lagi sabit, tiada lagi rembulan, gerimis malam membasahi wajahku yang tengadah...
Ku harap doa-doaku tak sekelam itu, dan karena hatiku tengah bahagia, tolong... tentramlah damailah malam...
Seperti biasa... setelah jariku tak lagi lelah, aku mulai mengingat, jika harus ada kenangan yang mesti kurapihkan bersama serpihan hikmahnya, yang mesti kubagi agar manusia semua mengerti... jika"dari perpisahan kita harus belajar menghargai kebersamaan"...
Kumulai dari mana cerita ini?
Kumulai dari tiga hari lalu saja, selesai makan takjil dan solat magrib, aku baru ingat untuk mengecek handphone. Ya ada banyak panggilan tak terjawab, dan 2 pesan masuk. dari nomor yang sama bertuliskan "Ema". Ku cek pesan masuknya, bertuliskan, "El ema..." dan "El, ema sakit."
Dengan tangan yang bergetar aku mulai merasa sangat gigil dan khawatir, lalu ku telpon balik... suara disana terdengar terisak, dan aku sengaja me-loudspeaker-kan panggilan, agar semua orang rumah tahu, tanpa aku harus menjelaskan, ibu bapak turut mendengar... dan aku mengatakan "teteh, insya Allah, eli ke Tasik Esok hari."
Namun, ada yang sangat menyakitkan dihati dengan berkata seperti itu, ini adalah hari ke-empat bulan syawal... dan aku sama sekali belum sempat meraih tangan ema untuk kucium dan kusesap baunya, atau kupeluk tubuhnya dan merasakan wangi keringatnya...lalu kuminta ridhonya, aku belum melakukan itu.... belum sama sekali.. dan airmataku jatuh-jatuh-perlahan...
Aku sadar, aku harus kuat, perut yang belum kuisi, kupaksa untuk kumasukan tiga sampai enam suapan. Dan rasa asin airmata menyatu di dalam mulutku. Aku ingin terbang saja ke emak, dan sampai dalam hitungan detik. Tapi, ternyata aku tak punya sayap.... lalu sambil megunyah, kuraih telpon genggam dan mencoba hubungi kakak satu lagi yang membersamai emak berangkat ke Rumah Sakit.
"Hallo, teteh lagi dimana sekarang?"
"Teteh di Cibodas El, yang ada pabrik Daiki.. macet,"
"Emak mau di rujuk ke RS mana?"
"Gak tahu el, mau ke dokter Dadan dulu yang belakang masjid agung, dokter dalam, atau ke RSU ya..."
"teteh coba langsung saja ke RSU, biar ditangai langsung sama yang jaga..."
"Oh, iya El.."
dan.. percakapan itu membulatkan keputusanku.. aku ingin malam ini juga ke sana...
Sahabat, intusi itu benar-benar ada.. dan kabar dari hati ke
hati memang ada...
Pukul dua sinagnya, selesai mengerjakan laporan KKN, kepalaku terasa pening.. dan aku berusaha untuk menidurkannya sebentar, walau terus saja tak terpejam, kulirik jam 14.30. Lalu aku mulai bersungguh-sungguh minta kepada Allah agar sebentar saj amenidurkan diriku, sambil membaca surat al-ikhlas, akhirnya aku tertidur.... pulas!
Dan suara BBM masuk mengagetkanku, seketika bangun dengan mata terkejut dan hati yang berdebar, dan kulirik jam 16.15, aku terperanjat karena belum solat Asar. Namun ingatan mimpi itu lebih terasa mengagetkanku...pula...
Lalu aku cepat mengambil wudhu, solat dan mengambil Al-Quran, kau tahu sebelum sempat ku baca Quran, tiba-tiba airmataku jatuh sangat deras, sangat deras, sampai cegukkan, karena sebuah mimpi tadi..
Aku bermimpi sangat panjang tentang keluarga asliku, keluarga yang darahnya mengalir menjadi darahku, Aku bermimpi... memanen singkong, lalu pulang ke rumah, lalu mendapati kakak perempuanku yang sulung sakit parah, lalu saudaraku yang lain bercerai, lalu Emaku bersedih, lalu kudapati pula keluarga angkatku tengah bertengkar hebat satu sama lain, dan aku berjalan keluar rumah seketika itu pula telah berada di rumah yang dulu semasa kecilku, saat perpisahanku dengan keluarga asliku belum terjadi.. dan aku melihat sesuatu, diatas langit sebelah barat.... sesuatu ajaib dilangit sana.. sangat terang ya sangat terang, bercahaya, kulihat matahari di sebelah barat ada tiga. lalu aku bertakbir, oh kiamtkah ini.. kimatkah ini..!!!
Namun ketika itu ada yang mengingatkanku, "Coba kau perhatikan baik-baik Eli, itu yang terang bukanlah matahari.. melainkan bulan, matahari dan palanet lain.. mirif sekali dengan planet bumi.."tuturnya.
Aku begitu tenang mendengarnya.. dan cahaya dari ketiga bintang itu menyebar...
kemudian entah kemana lagi jiwaku melayang, karena tiba-tiba aku merasa ada di sebuah perjalanan, dan menjadi musafir dari seseorang yang tak kukenali berada di depanku, orang itu memusuhiku, dan tiba-tiba aku merasa bisa mejadikan orang itu baik... ya, memberikan singkong yang ku panen untuknya. Ia tersenyum dan mengabarkan kedatanganku. lalu ada seseorang lain mengingatkanku, "Eli, katanya mau ke Pesantren.. ayo sekarang berangkat!"
Ah aku ingat, jika aku belum menjenguk kakakku yang sakit atau sekedar menemaninya.. dan aku menolak, "Sebentar ya aku jenguk dulu, nanti nyusul deh!"
dan orang itu bilang, "iya sok atuh, diantosnya..."
Dan aku menjenguk kakakku yang sakit tadi, di kamar, dan betapa perih hatiku menyaksikannya sangat terluka.... dan terbangunlah...
Pukul dua sinagnya, selesai mengerjakan laporan KKN, kepalaku terasa pening.. dan aku berusaha untuk menidurkannya sebentar, walau terus saja tak terpejam, kulirik jam 14.30. Lalu aku mulai bersungguh-sungguh minta kepada Allah agar sebentar saj amenidurkan diriku, sambil membaca surat al-ikhlas, akhirnya aku tertidur.... pulas!
Dan suara BBM masuk mengagetkanku, seketika bangun dengan mata terkejut dan hati yang berdebar, dan kulirik jam 16.15, aku terperanjat karena belum solat Asar. Namun ingatan mimpi itu lebih terasa mengagetkanku...pula...
Lalu aku cepat mengambil wudhu, solat dan mengambil Al-Quran, kau tahu sebelum sempat ku baca Quran, tiba-tiba airmataku jatuh sangat deras, sangat deras, sampai cegukkan, karena sebuah mimpi tadi..
Aku bermimpi sangat panjang tentang keluarga asliku, keluarga yang darahnya mengalir menjadi darahku, Aku bermimpi... memanen singkong, lalu pulang ke rumah, lalu mendapati kakak perempuanku yang sulung sakit parah, lalu saudaraku yang lain bercerai, lalu Emaku bersedih, lalu kudapati pula keluarga angkatku tengah bertengkar hebat satu sama lain, dan aku berjalan keluar rumah seketika itu pula telah berada di rumah yang dulu semasa kecilku, saat perpisahanku dengan keluarga asliku belum terjadi.. dan aku melihat sesuatu, diatas langit sebelah barat.... sesuatu ajaib dilangit sana.. sangat terang ya sangat terang, bercahaya, kulihat matahari di sebelah barat ada tiga. lalu aku bertakbir, oh kiamtkah ini.. kimatkah ini..!!!
Namun ketika itu ada yang mengingatkanku, "Coba kau perhatikan baik-baik Eli, itu yang terang bukanlah matahari.. melainkan bulan, matahari dan palanet lain.. mirif sekali dengan planet bumi.."tuturnya.
Aku begitu tenang mendengarnya.. dan cahaya dari ketiga bintang itu menyebar...
kemudian entah kemana lagi jiwaku melayang, karena tiba-tiba aku merasa ada di sebuah perjalanan, dan menjadi musafir dari seseorang yang tak kukenali berada di depanku, orang itu memusuhiku, dan tiba-tiba aku merasa bisa mejadikan orang itu baik... ya, memberikan singkong yang ku panen untuknya. Ia tersenyum dan mengabarkan kedatanganku. lalu ada seseorang lain mengingatkanku, "Eli, katanya mau ke Pesantren.. ayo sekarang berangkat!"
Ah aku ingat, jika aku belum menjenguk kakakku yang sakit atau sekedar menemaninya.. dan aku menolak, "Sebentar ya aku jenguk dulu, nanti nyusul deh!"
dan orang itu bilang, "iya sok atuh, diantosnya..."
Dan aku menjenguk kakakku yang sakit tadi, di kamar, dan betapa perih hatiku menyaksikannya sangat terluka.... dan terbangunlah...
Mimpi ini sangat mempengaruhiku, amat sangat membawa
firasatku.
Lalu ku telpon kakak angkatku, "A dimana? Ema sakit, aku mau ke sana sekarang."
Kakakku menjawab "otw".
Dengan sisa tenagaku, aku berkeinginan sekeras baja untuk pergi malam ini juga, namun motornya masih dibawa kakak. Oke, kita packing dulu...
Lalu ku sms kakak, "Insya Allah eli ke sana jam 7-an teh, ketemu di RSU ya."
Lalu ku telpon kakak angkatku, "A dimana? Ema sakit, aku mau ke sana sekarang."
Kakakku menjawab "otw".
Dengan sisa tenagaku, aku berkeinginan sekeras baja untuk pergi malam ini juga, namun motornya masih dibawa kakak. Oke, kita packing dulu...
Lalu ku sms kakak, "Insya Allah eli ke sana jam 7-an teh, ketemu di RSU ya."
Dan ketika kakak datang, terjadi sedikit perbincangan sengit
diantara kami. Ibu khawatir, dan beliau tak ijinkan aku membawa motor
malam-malam, kondisi jalanan macet, dan mataku yang sedikit rabun, juga
perasaanku yang tak baik, membuatnya sangat cemas..
Akhirnya selepas isya, ibu berkeputusan kakak angkatku akan mengantarku, dan Ibu Bapak serta tetangga kerabat menyusul kemudian.
Bismillah, dengan mata yang basah, dengan malam yang dingin, dengan sabit yang menggantung, dan dengan isakan aku berangkat. membayangkan wajah Ema, membuatku teramat rindu, dan takut, aku takut kehilangan... Lalu kuingat kekuatan doa, seketika itu juga kuketikan permohonan doa, di wall fb akun “Annisa Zahraa” agar ibuku sehat dan sembuh….
rasanya jiwaku telah sampai, dan lalu memeluk Ema, tapi ternyata kondisi jalan begitu membuatku kadang terpejam, karena sesak. Tepat jam 21.05 aku sampai di pintu masuk RSU. Kulihat dua kakakku menanti dengan air mata yang mengalir, dan kusapa, "mengapa menangis? harus kuat ya," hahahha,,, aku pembohong, rupanya aku harus bersandiwara untuk terlihat "kuat". Padahal hati sendiri hancur berkeping-keping….
"Mana Emak?"
"Di IGD, El,"
Aku masuk, dan tak kudapati, dimana beliau, lalu aku kembali keluar, "mana kok gak ada?"
Ternyata emak sedang di CT-Scan, bersama saudara laki-laki. Dan aku tunggu 5 menit, dan masuk kembali ke IGD, masya Allah, dan airmataku benar-benar jatuh, dan kakiku hampir lumpuh, dan tanganku gemetar, aku tersedak sampai ulu hati...
Emak,,, aku berusap perlahan, namun hatiku berteriak sangat keras, menjerit sekuat-kuatnya....
Akhirnya selepas isya, ibu berkeputusan kakak angkatku akan mengantarku, dan Ibu Bapak serta tetangga kerabat menyusul kemudian.
Bismillah, dengan mata yang basah, dengan malam yang dingin, dengan sabit yang menggantung, dan dengan isakan aku berangkat. membayangkan wajah Ema, membuatku teramat rindu, dan takut, aku takut kehilangan... Lalu kuingat kekuatan doa, seketika itu juga kuketikan permohonan doa, di wall fb akun “Annisa Zahraa” agar ibuku sehat dan sembuh….
rasanya jiwaku telah sampai, dan lalu memeluk Ema, tapi ternyata kondisi jalan begitu membuatku kadang terpejam, karena sesak. Tepat jam 21.05 aku sampai di pintu masuk RSU. Kulihat dua kakakku menanti dengan air mata yang mengalir, dan kusapa, "mengapa menangis? harus kuat ya," hahahha,,, aku pembohong, rupanya aku harus bersandiwara untuk terlihat "kuat". Padahal hati sendiri hancur berkeping-keping….
"Mana Emak?"
"Di IGD, El,"
Aku masuk, dan tak kudapati, dimana beliau, lalu aku kembali keluar, "mana kok gak ada?"
Ternyata emak sedang di CT-Scan, bersama saudara laki-laki. Dan aku tunggu 5 menit, dan masuk kembali ke IGD, masya Allah, dan airmataku benar-benar jatuh, dan kakiku hampir lumpuh, dan tanganku gemetar, aku tersedak sampai ulu hati...
Emak,,, aku berusap perlahan, namun hatiku berteriak sangat keras, menjerit sekuat-kuatnya....
Sosok yang lembut, yang basa menyambutku dengan pelukan,
yang mengantarkanku dengan tatapan dan doa-doa, kini terbujur dengan berbagai
macam bantuan medis. Selang oksigen, selang makanan yang menjejali hidung, juga
selang untuk beliau pipis.
Ibuku, koma, dan aku tak bisa lagi menatap cahaya dari matanya yang terpejam. aku menyesal,,,, sangat menyesal tak pergi ke emak selepas idul fitri, oh... asatgfirullah ingat Eli, ini sudah takdir Allah.. akhirnya dengan sisa isak, aku mendekat dan mencium kening Ema yang sedikit panas.
Ema, lirihku di dekat telinganya. Ini Eli, Mak! Eli datang, emak kuat ya? kataku sambil terisak..
Ini adalah pengalamn pertama emak masuk rumah sakit...
Dan oleh karenanya, ini sangat membuatku khawatir dan cemas...
Malam itupun, aku berjanji pada diriku sendiri untuk tak tidur, aku terus menggenggam tangan emak yang sekali-kali terlihat kejang.. dan aku merasa mati rasa, aku merasa ini bagian mimpi.. ini mimpikan?
Senin kemarin, selesai solat idul fitri, aku menelpon beliau, dan suara beliau tak begitu jelas, putus-putus, saling berlepas salah dosa, dan menanyakan kapan anaknya ini akan menemuinya. Dan kujawab tanggal 1 Agustus ma.. dan emak diam. Lalu kutanyakan kesehatannya, beliau mengeluh pusing, dan aku berkata untuk tetap sabar dan berhati-hati mengkonsumsi makanan, karena memang idul fitri baisaya banyak makanan yang berpotensi membuat darah tinggi emak naik.
Kemudian karena pulsaku habis, telpon terputus....
Ah, kini beliau tak berdaya, dihadapanku, seolah tertidur pulas...
"Emak, empat hari berjuang menguatkan dirinya, untuk bertahan agar mampu menatapku kah? Betapa berdosa diri ini.. Rabb ampunilah..
Entah bagaimana perasaanku begitu harus menjadi KUAT. aku harus optimist, saat dokter jaga mengingatkan, agar aku tak meninggalkannya, dan memperhatikan detak jantungnya.. aku marah, ya sedikit marah. Oke, Emak akan sembuh kok, ya ingat emak akan sembuh, bukankah Allah maha penyembuh. Show must gone!
Harapan-harapan itu tertumpah dalam doa, dan ayat-ayat yang terus-menerus ku bacakan sengaja didekat telinga beliau, ya teruatama juz 29, karena beliau hafal surat-suaratnya, siapa tahu jiwanya mendengar dan lalu kita bersama membaca J
Aku tetap saja tertidur, sesak jiwaku tak bisa lagi ditahan, aku mengabarkan sakit ema pada semua orang yang sangat penting, yang berada di kotak hp ku. Lalu saat pagi-pagi dan kutengok keadaan emak tak siuman-siuman juga. AKhirnya kita mulai bisa pindah ke kamar, karena itulah dengan sangat menyesal….
Aku pulang dulu ke rumah kostan, untuk solat subuh dan juga membawa perlengkapan pindah kamar.. seprai tidur, karpet, kaos kaki, makanan, mukena, dll…
Dan siangnya tak ada perubahan yang cukup berarti, dan emak tak kunjung siuman. saat pagi itu, emak berbusa, dan malam itu juga… demamnya yang tadi siang menurun, kini naik kembali, sehingga saat keningnya ku raba, bak terasa sangat sangat panas.
Ah….. harapanku masih begitu tinggi, aku masih optimis.
Namun, rasanya ini terlalu egois, oleh sebab itu ketika kumandang magrib bergema, dan aku ingin memurnikan hatiku… dan kuikhlaskan semuanya… Jika kepergian emak adalah kebahagiaan untuk beliau dan jalan Allah yang telah digariskan sebagai wujud kasih sayangNya, maka aku ikhlas Tuhan… karena di dunia ini pun begitu banyak yang membebaninya.. dan aku tak sanggup membhagiakannya, dan karena hanya Allah yang bisa dan akan membahagiakannya. Aku ridho ya Allah, karena semua ini hanya titipan, begitu pula dengan orang tua…
Dan setelah isya, aku berkata: aku masih ingin duduk didekatnya membacakan surat-surat penyembuh, dan mengakhirkan solat isyaku. Menanti jam 9, waktunya ema minum obat. Jam 08.20 aku merasa harus solat isya sekarang, lalu kuperbarui wudhuku, dan akan mulai solat, namun jam menunjukkan waktunya dimana aku harus memberi ema susu sebagai makanan sebelum minum obat, aku mengambil dulu obat dari kotak dan mengeluarkannya, mana saja yang harus di lembutkan… Lalu kakak perempuanku berteriak memanggilku, “Eli…”
Dan aku berdiri, mendekati emak, yang sedang mendapat bisikan kata “Allah, Allah, Allah…”
Dan ku raba dadanya, sudah tak ada lagi………………..
Dan kakiku beku, dan tanganku beku, dan sekujur tubuhku kaku… aku meminta mendekat dan membisiki telinga emak dengan syahadat, karena infusan masih jalan dan oksigen pun masih berjalan, aku berharap emak masih ada, dan detak jantungnya akan kembali,,, tapi… tapi.. tapi itu sekedar harapan… bibir ema telah terkatup,
“Ayhadu Alla ila Allah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasullalah”
Aah emaaaaaaaaaaaaaaa….. satu jam lalu aku menghapus air mata emak, entah mengapa emak menangis dan wajahnya teduh seolah-olah sendu mengucap kata perpisahan, ah emak, kumohon bertahan.. kumohon ya Allah. Dan itu adalah harapan terkahir, dimana aku harus belajar ikhlas dan ridho terhadap apa yang menimpaku dan keluarga… emak telah wafat, innalilahi wa inna ilaihi rojiun.. Tuhanku, Tuhan kami, Allah, Allahlah penciptanya, Allahlah yang menghidupkannya, dan Allah lah yang mematikan, semua akan kembali pada Nya, karena setiap-tiap yang hidup akan merasakan mati…
Inilah akhir kehidupanmu ibuku, oh ibuku, Jumat, 01 Agustus 2014, 5 Syawal 1435 H. Dan sambut cinta Rabbmu dengan keadaan tenang lagi di ridhoinya. Ketika malaikat izroil menyeru dengan suara lemah, lagi perangai lembut, “Hei jiwa yang wangi yang tersemayam dalam jasad yang wangi, keluarlah, dan penuhilah panggilan Rabbmu,” dan lalu jiwa itu diangkat ke arsy melewati pintu-pintu langit yang berbanjar para malaikat yang bertanya.. “Oh siapakah jiwa yang wangi ini, siapakah namanya, bagaimana ia di dunianya?” dan ketika ruh itu sampai ke hadiratNya, lalu Allah berfirman, “Ini seorang wanita salihah, Romlah binti Wiharja, adalah hambaku yang beriman, berilah ia tempat yang baik dan kembalikan kepada kuburnya dengan pelayanan baik.”
Ibuku, koma, dan aku tak bisa lagi menatap cahaya dari matanya yang terpejam. aku menyesal,,,, sangat menyesal tak pergi ke emak selepas idul fitri, oh... asatgfirullah ingat Eli, ini sudah takdir Allah.. akhirnya dengan sisa isak, aku mendekat dan mencium kening Ema yang sedikit panas.
Ema, lirihku di dekat telinganya. Ini Eli, Mak! Eli datang, emak kuat ya? kataku sambil terisak..
Ini adalah pengalamn pertama emak masuk rumah sakit...
Dan oleh karenanya, ini sangat membuatku khawatir dan cemas...
Malam itupun, aku berjanji pada diriku sendiri untuk tak tidur, aku terus menggenggam tangan emak yang sekali-kali terlihat kejang.. dan aku merasa mati rasa, aku merasa ini bagian mimpi.. ini mimpikan?
Senin kemarin, selesai solat idul fitri, aku menelpon beliau, dan suara beliau tak begitu jelas, putus-putus, saling berlepas salah dosa, dan menanyakan kapan anaknya ini akan menemuinya. Dan kujawab tanggal 1 Agustus ma.. dan emak diam. Lalu kutanyakan kesehatannya, beliau mengeluh pusing, dan aku berkata untuk tetap sabar dan berhati-hati mengkonsumsi makanan, karena memang idul fitri baisaya banyak makanan yang berpotensi membuat darah tinggi emak naik.
Kemudian karena pulsaku habis, telpon terputus....
Ah, kini beliau tak berdaya, dihadapanku, seolah tertidur pulas...
"Emak, empat hari berjuang menguatkan dirinya, untuk bertahan agar mampu menatapku kah? Betapa berdosa diri ini.. Rabb ampunilah..
Entah bagaimana perasaanku begitu harus menjadi KUAT. aku harus optimist, saat dokter jaga mengingatkan, agar aku tak meninggalkannya, dan memperhatikan detak jantungnya.. aku marah, ya sedikit marah. Oke, Emak akan sembuh kok, ya ingat emak akan sembuh, bukankah Allah maha penyembuh. Show must gone!
Harapan-harapan itu tertumpah dalam doa, dan ayat-ayat yang terus-menerus ku bacakan sengaja didekat telinga beliau, ya teruatama juz 29, karena beliau hafal surat-suaratnya, siapa tahu jiwanya mendengar dan lalu kita bersama membaca J
Aku tetap saja tertidur, sesak jiwaku tak bisa lagi ditahan, aku mengabarkan sakit ema pada semua orang yang sangat penting, yang berada di kotak hp ku. Lalu saat pagi-pagi dan kutengok keadaan emak tak siuman-siuman juga. AKhirnya kita mulai bisa pindah ke kamar, karena itulah dengan sangat menyesal….
Aku pulang dulu ke rumah kostan, untuk solat subuh dan juga membawa perlengkapan pindah kamar.. seprai tidur, karpet, kaos kaki, makanan, mukena, dll…
Dan siangnya tak ada perubahan yang cukup berarti, dan emak tak kunjung siuman. saat pagi itu, emak berbusa, dan malam itu juga… demamnya yang tadi siang menurun, kini naik kembali, sehingga saat keningnya ku raba, bak terasa sangat sangat panas.
Ah….. harapanku masih begitu tinggi, aku masih optimis.
Namun, rasanya ini terlalu egois, oleh sebab itu ketika kumandang magrib bergema, dan aku ingin memurnikan hatiku… dan kuikhlaskan semuanya… Jika kepergian emak adalah kebahagiaan untuk beliau dan jalan Allah yang telah digariskan sebagai wujud kasih sayangNya, maka aku ikhlas Tuhan… karena di dunia ini pun begitu banyak yang membebaninya.. dan aku tak sanggup membhagiakannya, dan karena hanya Allah yang bisa dan akan membahagiakannya. Aku ridho ya Allah, karena semua ini hanya titipan, begitu pula dengan orang tua…
Dan setelah isya, aku berkata: aku masih ingin duduk didekatnya membacakan surat-surat penyembuh, dan mengakhirkan solat isyaku. Menanti jam 9, waktunya ema minum obat. Jam 08.20 aku merasa harus solat isya sekarang, lalu kuperbarui wudhuku, dan akan mulai solat, namun jam menunjukkan waktunya dimana aku harus memberi ema susu sebagai makanan sebelum minum obat, aku mengambil dulu obat dari kotak dan mengeluarkannya, mana saja yang harus di lembutkan… Lalu kakak perempuanku berteriak memanggilku, “Eli…”
Dan aku berdiri, mendekati emak, yang sedang mendapat bisikan kata “Allah, Allah, Allah…”
Dan ku raba dadanya, sudah tak ada lagi………………..
Dan kakiku beku, dan tanganku beku, dan sekujur tubuhku kaku… aku meminta mendekat dan membisiki telinga emak dengan syahadat, karena infusan masih jalan dan oksigen pun masih berjalan, aku berharap emak masih ada, dan detak jantungnya akan kembali,,, tapi… tapi.. tapi itu sekedar harapan… bibir ema telah terkatup,
“Ayhadu Alla ila Allah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasullalah”
Aah emaaaaaaaaaaaaaaa….. satu jam lalu aku menghapus air mata emak, entah mengapa emak menangis dan wajahnya teduh seolah-olah sendu mengucap kata perpisahan, ah emak, kumohon bertahan.. kumohon ya Allah. Dan itu adalah harapan terkahir, dimana aku harus belajar ikhlas dan ridho terhadap apa yang menimpaku dan keluarga… emak telah wafat, innalilahi wa inna ilaihi rojiun.. Tuhanku, Tuhan kami, Allah, Allahlah penciptanya, Allahlah yang menghidupkannya, dan Allah lah yang mematikan, semua akan kembali pada Nya, karena setiap-tiap yang hidup akan merasakan mati…
Inilah akhir kehidupanmu ibuku, oh ibuku, Jumat, 01 Agustus 2014, 5 Syawal 1435 H. Dan sambut cinta Rabbmu dengan keadaan tenang lagi di ridhoinya. Ketika malaikat izroil menyeru dengan suara lemah, lagi perangai lembut, “Hei jiwa yang wangi yang tersemayam dalam jasad yang wangi, keluarlah, dan penuhilah panggilan Rabbmu,” dan lalu jiwa itu diangkat ke arsy melewati pintu-pintu langit yang berbanjar para malaikat yang bertanya.. “Oh siapakah jiwa yang wangi ini, siapakah namanya, bagaimana ia di dunianya?” dan ketika ruh itu sampai ke hadiratNya, lalu Allah berfirman, “Ini seorang wanita salihah, Romlah binti Wiharja, adalah hambaku yang beriman, berilah ia tempat yang baik dan kembalikan kepada kuburnya dengan pelayanan baik.”
Dan…. Sejak itulah kebahagiaan akan meliputimu Ibuku,
bundaku, emakku.. aamiin, aamiin, aamiin.. aamiin ya Allah, aamiin ya Rabb…
Tiada yang lebih kuharapkan Rabbku, Selain engkau ampuni kesalahan ibuku, menerima segala kebaikan dan amal serta ibadahnya kepadaMu, dan aku bersaksi jika ibuku adalah sungguh wanita yang taat kepadaMu. Kebangganku adalah terlahir dari rahimnya yang suci… J
Emak, cita-cita emak terlaksana, untuk wafat dalam keadaan yang tak menyusahkan anak-anak emak, kepergian emak yang begitu tiba-tiba… dan kenangan serta kebaikan emak telah jauh dalam hati kami.
Tiada yang lebih kuharapkan Rabbku, Selain engkau ampuni kesalahan ibuku, menerima segala kebaikan dan amal serta ibadahnya kepadaMu, dan aku bersaksi jika ibuku adalah sungguh wanita yang taat kepadaMu. Kebangganku adalah terlahir dari rahimnya yang suci… J
Emak, cita-cita emak terlaksana, untuk wafat dalam keadaan yang tak menyusahkan anak-anak emak, kepergian emak yang begitu tiba-tiba… dan kenangan serta kebaikan emak telah jauh dalam hati kami.
Terpatri dalam sanubari…………
Ah, semoga kita dikumpulkan kelak. Aku mencintaimu karena Allah… Emak, kini tugasku adalah menunaikan amanahmu untuk menjadi wanita kuat, yang salihah, lagi bersuamikan orang salih.
Emak……… kupanggil engkau dalam doa dan sujudku,
Allahku… sayangilah kedua orang tuaku, sayangilah seperti bagaimana mereka menyayangiku sejak kecil…
Ah, semoga kita dikumpulkan kelak. Aku mencintaimu karena Allah… Emak, kini tugasku adalah menunaikan amanahmu untuk menjadi wanita kuat, yang salihah, lagi bersuamikan orang salih.
Emak……… kupanggil engkau dalam doa dan sujudku,
Allahku… sayangilah kedua orang tuaku, sayangilah seperti bagaimana mereka menyayangiku sejak kecil…
Pertemukanlah kami sekeluarga dalam kenikmatan dan Rahmat Mu
kelak, pertemukanlah kami,,,,
Catatan ini terasa rancu dan tak beraturan, semoga sahabat semua semakin sayang kepada ibu dan bapaknya. Semoga kita menjadi anak yang berbakti…
Catatan: Sudi kiranya sahabat semua dengan ikhlas dan khusuk, mendoakan Ayah dan Ibu saya. Semoga yang membaca catatan ini, Allah jadikan pula kehidupan keluarganya lebih baik, lebih soleh, lebih bertaqwa, dan digolongkan pada golongan kanan.
Untuk Abi-ku: Odong bin Abdullah (Alm) dan Umiku: Romlah binti Wiharja (Almh). Dua malaikat bumi yang melaluinya Allah titipkan kehidupan kepadaku sampai batas tertentu, kepada engkau berdua, cinta dan sayangku…. Tiada terhenti… selama nafas masih kuhela, selama kepala ada diatas leher… selama bibir dan hati berfungsi… doa-doaku takan terhenti.. tiada hentiii untukmu…. Rabbku, yang menyukai doa, yang suka mengabul doa, yang pemurah lagi penyayang kabulkanlah setiap doa kami… Pertemukanlah ayah dan ibu hamba dengan orang-orang yang beliau cintai, para mukmin, dan….. Rasulullah SAW orang yang paling ingin beliau temui… pertemukanlah dan puaskanlah hatinya, hingga tenang karena Rahmat Mu, aamiin….
Catatan ini terasa rancu dan tak beraturan, semoga sahabat semua semakin sayang kepada ibu dan bapaknya. Semoga kita menjadi anak yang berbakti…
Catatan: Sudi kiranya sahabat semua dengan ikhlas dan khusuk, mendoakan Ayah dan Ibu saya. Semoga yang membaca catatan ini, Allah jadikan pula kehidupan keluarganya lebih baik, lebih soleh, lebih bertaqwa, dan digolongkan pada golongan kanan.
Untuk Abi-ku: Odong bin Abdullah (Alm) dan Umiku: Romlah binti Wiharja (Almh). Dua malaikat bumi yang melaluinya Allah titipkan kehidupan kepadaku sampai batas tertentu, kepada engkau berdua, cinta dan sayangku…. Tiada terhenti… selama nafas masih kuhela, selama kepala ada diatas leher… selama bibir dan hati berfungsi… doa-doaku takan terhenti.. tiada hentiii untukmu…. Rabbku, yang menyukai doa, yang suka mengabul doa, yang pemurah lagi penyayang kabulkanlah setiap doa kami… Pertemukanlah ayah dan ibu hamba dengan orang-orang yang beliau cintai, para mukmin, dan….. Rasulullah SAW orang yang paling ingin beliau temui… pertemukanlah dan puaskanlah hatinya, hingga tenang karena Rahmat Mu, aamiin….
Az (03/8/14---04/8/14 : 12:43)
Minggu, 30 Maret 2014
Hidup Ini Perjalanan yang Membahagiakan
Assalamualikum.
Mari sedikit berbagi dengan
tulisan, mungkin saja bisa menghibur, memotivasi, atau menginspirasi.
Hari itu (Rabu, 27 Maret
2014) Allah memberi banyak pelajaran, ketika presentasi monev (monitoring
evaluasi) PMW (Program Mahasiswa Wirausaha), yang ngereview kami langsung paham
saat melihat laporan neraca keuangan dan laba rugi yang kami susun, beliau berkata:
ini membutuhkan pengembangan dan
pemasaran yg lebih gencar dan survive! Omsetnya memang sedikit sekali :)
Saat me-review, sama sekali
tdak ada ketegangan, beliau paham sepertinya, dan kami mengkonsultasikan segala
keresahan dan permasalahn kami. Benar-benar tidak disangka, jauh dari
perkiraan, padahal saat kami masuk ruangan beliau sedang meriview "Dimas:
pengusaha dr wonogiri" dan berapi2 bertanya keuangan begini begitu yang
membuat nyali CIUT.
Oke, dan pak reviewer
selesai, Pak Yana yang akan menentukan proposal laporan kami diterima atau
tidak. Beliau mengatakan: laporan kami memang sepertinya TIDAK RASIONAL. Kita berenam dan belum menunjukan hasil yang
signifikan. Ada apa? Masalahnya bagaimana?
Kerja dadakan memang selalu
tak bisa optimal. Ditolak :) secara halus, dengan 2 opsi pilihan. Opsi 1: Merevisi
ulang dan ditunggu sampai jam 3 sore, dgn kompensasi: dana tahap 2 bisa
dicairkan. Opsi 2: Merevisi ulang dan boleh di kirim rabu (3/4), dana tahap 2
bisa dicairkan Rabu.
Lalu? Apa yang kami pilih?
Sepertinya kami akan memilih
opsi 2, karena perbaikan terlalu mustahil, waktu menunjukan pukul 2, sedang yang
harus kami perbaiki meliputi content laporan, susunan, kelengkapan lampiran,
membuat CD sekaligus bikin cover u/ CD nya, label dll. Arghh!
Oke, tapiiii jika dikirim Rabu
minggu depan, yah bisa jugaaaa. Hmmm. Tapi kami ingin kembali ke Tasik tanpa
masalah. Itu pointnya.
Akhirnya opsi pertama kami
ambil.
Lima orang membagi tugas
(Intan sedang dalam perjalanan/menyusul), hanya diriku yang bawa notebook, jadi
perevisian laporan tidak bisa dikerjakan cepat-cepat. Jenie, Erma, dan Nida
fotokopi bukti bon masuk keluar. Aku dan Giw, edittttt laporan, membuat design
Cover CD, dsb. Sampai saking cepatnya memerintah, notebook jadi nghange dan panas
:)
Setengah jam lagiiii, laporan
belum tuntas, dan design cover CD sudah jadi, Erma dan Nida langsung ke Gerlong
dan mencetaknya.
Jam 3 pas, laporan baruuuu
beres dengan lampiran foto acak-acakan :) hehe, tapi itu sudah cukup melegakan,
Jeni dan Giw langsung ke kopma dan siap memprint laporan dan memburning data.
Lalu apa yg terjadi?
Data yang dimasukan ke
flesdik untuk di print, masih data lama. Giw lari-lari dan bilang: teteh tadi
di save enggak? Ini data lama :( hihikzzzz
Aku cek dan ternyata daku
mengedit di file yang berbeda. Hihimp, maaf Giw, langsung di copypaste ke fd, Giw
lari lagi ke kopma. Uhhhh mantap! Waktu habis!
Erma dan Nida baru datang dari
gerlong, mereka bawa cover CD dan CD nya juga.
Menanti Jeni dan Giw cukup
lama. Tak sabar Erma telpon Bu Dirut, "Giw, masih lama gak?" Jawabn
disana mengatakan, "Susah nge-burningnya umhh."
Oke deh, biar kita yang
burning kata Erma. Erma meminta data, notebook yg baru saja dimatikan dihidupkn
lagi. Copas data dan mereka berangkat!
Sudah setengah 4, dengan di
temani The Tika aku memutuskan untuk solat terlebih dahulu, dan sebelumnya minta
maaf ke Pak Yana soal keterlambatan. Its okey! Secepatnya ya, jawabnya.
Saat perjalanan menuju
masjid, segera kuhubungi Jeni, beresssss semuanya the serunya. Ini lg mau ke
BAAK. Cover CD nya siapkan? Tanyanya. Hah? Cover CD dibawa Erma yg mau burning
data. Jadi mereka berhasil burning data nya. Langsung tlp Erma, Dik come back
again! Jeni was burning it, okey okey jawab erma. Jam 4, @mesjid al-furqon
bertemu Intan yg luarbiasa menyusul, dan kita kembali ke BAAK. Semua beres, dan
dana tahap 2 bisa dicairkan.
Subhanallah, inilah hidup
ini. Pilihan, sepanjang itu, kita mendapat manfaat dan motivasi. Sungguh membahagiakan saat tahu endingnya. Ending hidup akan membahagiakan jika kita berusaha.
Ada banyak ilmu dan
pandangan-pandangan yang mencerahkan, relasi dan tentu saja jatidiri.
Merasa kembali menemukan
diri, subhanallah.
Duhai Allahku, terimakasih
atas hidup ini, berkahi jalan dan langkah kami :) hingga khusnul khotimah.
Aamiin.
Salam semangat! Salam Jempol!
Selasa, 04 Februari 2014
Bisnis itu Bukan Masalah Untung Rugi
Bismillahirrohmanirrohim. Sekali lagi saya harus tegas pada prinsif: jika bahagia itu sederhana. Saya memberi diri saya sebuah kebebasan untuk menulis, sebuah tulisan yang saya tulis dengan cinta. Tanpa berniat untuk terkenal, dikenal atau bahkan tulisan yang menjadi uang. Bahkan ini sebuah konsep membuka diri pada dunia, yang akan sangat berbahaya untuk citra dan kepribadian saya sendiri sebenarnya. Tapi sekali lagi tidak! Inilah kesederhanaan, saya hendak membagikannya pada dunia, tentan kehidupan seorang Annisa Zahraa alias Eli Nurlela Andriani.
Tanggal 1 Pebruari 2014.
Daftar_KBG_Eli_UPI Tasikmalaya.
Klik saya tekan tombol kirim pada handphone saya.
Selamat anda telas memutuskan untuk: ikut pelatihan kewirausahaan, bathin saya berkata demikian.
Entah-lah mengapa hati saya tergerak untuk ikut pelatihan
ini. Padahal saya kemarinnya baru saja pulang kampung. Ini bukan sekali saja, saya sering sekali bolak-bali Tasikmalaya - Cibalong dan merasa lelah
dengan hidup di jalan seperti itu. Tentu saja ibu juga sangat khawatir dengan saya berperilaku demikian rupa. Khawatir orang jahat, kecelakaan sampai dengan
kesehatan saya, terlalu banyak kesana-kemari bak istrikaan butut.
Tanpa ragu saya ketik DAFTAR dengan cepat saat ada sebua
pesan masuk ke handphone saya, padahal belum minta ijin Ibu. Ijinya belakangan
saja, pikir saya, sekarang yang penting
daftar dulu takut kehabisan kursi, karena tertera kuotanya untuk 50 orang saja.
Ternyata saya adalah pendaftar tercepat ke
dua setelah seseorang dari Bandung sana.
Karena melihat segudang pengalaman dan prestasi pematerinya lah, sebenarnya itu alasan yang lebih menarik minat saya untuk mengetik kata DAFTAR.
Karena
selama ini yang memberi materi wirausaha kebanyakan yang usahanya juga masih macet
dan banyak lubang sana-sini (memiliki banyak utang-piutang). Jadi kalau dari
pematarei yang usahanya udah keren,”Siapa tahu ada ilmu yang memang sangat luar
biasa, yang berbeda dari biasanya.”
Sore harinya saat saya mau minta ijin, hati saya dag dig dug
tidak karuan. Padahal belum “pok” bilang apa-apa. Saya harus minta ijin ke ibu, ini
pekerjaan yang berat apalagi hal tentang binsis yang saya tahu ibu tidak suka,
bismillahirrohmanirrohim.
“Bu ijin ya, besok pagi Eli mau ke Tasik, ikut seminar
bisnis jam 08.20-12.20.”
Kening ibu berkerut tiba-tiba, kemudian telunjuknya langsung
mengurut-ngurut kening tersebut, benar-benar terlihat letih.
“Ah ya Allah,” keluhku dalam hati.
“Ibu mendadak sakit kepala kalau Eli bilang seperti itu,
terus saja kesana-kemari, bisnis-bisnis, hasilnya belum ada sampai sekarang. Availah, perpustakaan lah, tahu crispy lah, heummmh”
“Ibu…..” gumamku tidak siap dihujat.
Terjadilah sedikit perbincangan panjang antara saya dan Ibu.
Inti perbincangan itu adalah ibu mengaharapkan saya tidak terlibat
bisnis-bisnis yang menurutnya tidak ada bagian untuk saya. Allah tidak takdirkan saya jadi pebisnis begitu kira-kira, kata ibu.
“Eli setiap orang itu udah dikasih jatah kelebihan
masing-masing, ibu melihat kamu sama sekali gak ada bakat untuk bisnis. Coba
selama ini kamu bisnis itulah-inilah, ujung-ujungnya menutup hutang. Itu pun
Ibu yang harus menutupnya.”
Jleb!
“Sekarang yang ibu harapkan itu satu saja, kalau Eli mau
lihat Ibu bahagia. Tidak perlu pakai proposal, tidak perlu pakai modal besar,
tidak perlu pakai strategi, metode, atau apapun. Cukup Eli di sini, diam dengan
Ibu. Menunjukan sikap terbaik pada keluarga. Cukup itu.”
Ya Allah, ibu mengharapkan sikap saya, saya diam bersama
mereka dengan menjadi putrinya yang baik. Sikap yang lebih baik. Apa yang harus
saya katakan?
Akhirnya dengan sikap saya yang memang sedikit "pemberontak" saya
menjawab terbata-bata sambil menangis, memohon pada ibu untuk mengijinkan saya sekali lagi saja berbisnis.
“Ibu tetap tidak mengijinkan kamu bisnis.”
Sesak sekali mendengar ibu berkata demikian.
“Ibu… mohon ijinkan,” saya memohon-mohon dengan tangisan
yang berurai-urai. Saya berusaha istigfar tak henti-henti dalam hati. Betapa memaksanya
diri ini untuk berbisnis.
Perbincangan dengan ibu di senja hari, di teras rumah, dan
awan semakin merunduk, kilau keemasan menjelma, ibu tetap dengan pendiriannya
begitupun diri saya masih tetap “keukeuh peuteukeuh.”
“Ibu, ijinkan sekali ini saja saya belajar berbisnis.” Saya memohon
untuk kesekian kalinya.
Ibu terdiam, sampai pada akhirnya beliau tidak memberi
jawaban apapun. Seorang tetangga datang dan melerai suasana yang tadi begitu
mencekam.
“Eh kenapa menangis Neng?” tanyanya padaku. Ibu yang
menjawab pertanyaannya, “Biasa bi anak muda, baru di putusin.”
Gubrak!
“Euleuh, siapa yang mutusinnya, Neng atau itu?”
Terpaksa aku ikut permainan ibu. “Emhh yang mutusin, ini-itu
bi.”
Ya Allah mengapa lisan ini, putus apa putus apa? Aku tidak
mengerti mengapa lisan ini begitu ringan menjawab begitu.
Percakapan selesai, saya pasrah saja jika memang ibu tak
mengijinkan sudahlah, saya tidak akan hadir. Semalam itu saya menangis, ibu
juga terlihat menangis di ujung salat malamnya.
Kita berdua sama-sama keras kepala. Ada banyak penyesalan
dalam hati, apalagi saat lisan ini kemarin sore berkata menyakitkan pada ibu, “Ibu
melarang saya bisnis karena ibu punya pengalaman gagal juga dengan bisnis ibu.”
“Ijinkan saya memilih jalan saya bu, dan membuktikan ke ibu
jika saya bisa! Ijinkan saya belajar!”
“Justeru karena itu, ibu tak ingin kamu gagal seperti ibu!”
bentaknya. “Cukup semua yang ibu alami sebagai sebuah pelajaran, kamu jangan
menirunya untuk mau begitu.”
“Tapi saya bisa jika mau berusaha bu. Saya berbeda dengan Ibu”
Ibu benar-benar saya lukai, ya saya sendiripun dengan berkata
begitu meluaki diri saya sendiri.
Diakhir percakapan kita saling meminta maaf, “Ibu maafin
Eli,” kataku pahit sambil tetap berurai airmata.
“Tidak Eli tidak salah, ibu yang minta maaf.”
Betapa kuatnya ibu, beliau tidak menangis, begitu tegar. Betapa
banyak luka dalam hatinya sampai ia bisa setegar itu menghadapi suasana
setragis ini. Bagiku ini sangat dramatis, tapi ibu tetap kuat dan tegar. Sampai
ku dengar ia terisak di ujung malam, baru kuketahui ibu menangis diam-diam. Ah
benar yang dikatakan kang Nero, tak ada yang lebih diam-diam dari doa tengah
malam. Ibu. Maafkan anakmu.
Pagi harinya ibu bertanya, “Mau jam berapa berangkat?”
Alhamdulillah, dengan ibu bertanya demikian itu tandanya ibu
memang mengijinkan.
Dengan bahagia yang tak terbendung lagi aku menjawab , “Insyallah
jam 7 Bu.” Dan meminta beliau memberikan doa terbaik.
Namun sebelum itu, saya diberi pesan, untuk selalu bangun
pagi, beres-beres sebelum melakukan kegiatan apapun, dan baru boleh
beraktivitas sesuka saya jika semua sudah selesai. Selesai membereskan rumah,
mencuci, dan tetek bengek urusan rumah tangga lainnya.
Saya mulai menghidupkan motor untuk memanaskan, dan sebelum
pergi, lagi-lagi meminta Ibu mendoakan saya.
“Tapi pulang kan? Pokoknya jam 1 siang sudah ada di rumah,
antar Ibu ke Cipatujah.”
“Keluarnya jam 12.20 WBBI Bu, Insya Allah.” sahut saya
pasrah.
Memang, ibu adalah salah satu motivator hidup saya yang luar
biasa.
Beliau tegas dan sangat berprinsif. Sampai dengan saat ini, saya bisa begini begitu karena dorongan Ibu, salah satunya. Ibu membiasakan saya hidup focus dalam tekanan dan beban. Sewaktu-waktu saya mendengar di belakang Ibu membanggakan, tapi di depan Ibu sama sekali tidak pernah berucap jika saya kebanggaannya. Ah Ibu. Malam tadi saat sebelum tidur saya berkata, “Bu IP saya turun drastis.”
my mom
Beliau tegas dan sangat berprinsif. Sampai dengan saat ini, saya bisa begini begitu karena dorongan Ibu, salah satunya. Ibu membiasakan saya hidup focus dalam tekanan dan beban. Sewaktu-waktu saya mendengar di belakang Ibu membanggakan, tapi di depan Ibu sama sekali tidak pernah berucap jika saya kebanggaannya. Ah Ibu. Malam tadi saat sebelum tidur saya berkata, “Bu IP saya turun drastis.”
“Gak papalah, ibu saja kerja ini-itu, manfaat dengan berbuat
ini-itu, nah gak ditanya IP berapa, yang ditanya lulusan mana. Tapi kamu juga
mesti intropeksi, itu pasti karena kamu gak focus, ngurusin banyak hal, dan so’sibuk,
sibuk kemana-mana!”
Ingin sekali memeluk Ibu, tapi rasanya malu. Saya bangga
jadi anak Ibu. Ibu selalu tahu bagaimana memotivasi hidup saya, meskipun dengan
kelemahan saya sering pikiran ini menerjemahkan dan melihatnya secara negative. Ah Ibu, sekali
lagi Ah Ibu!
Tiba di kampus UPI Tasikmalaya (Rumah ke dua) jam 09.00
kurang lebih. Langsung lari menuju tempat seminar. Malu kalau terus menerus terlambat.
Terlambat? Tidak apa-apa saya sudah berusaha tepat waktu, dan yang paling penting pemateri belum ada, jadi saya bisa makan terlebih dahulu. Di rumah memang belum sempat makan, hanya minum seteguk susu.
Terlambat? Tidak apa-apa saya sudah berusaha tepat waktu, dan yang paling penting pemateri belum ada, jadi saya bisa makan terlebih dahulu. Di rumah memang belum sempat makan, hanya minum seteguk susu.
Tak lama, saya kembali ke kelas bisnis (tempat: Micro
Teaching UPI Tasikmalaya), pemateri tiba. Kesan pertama, kedua, ketiga, dan
selanjutnya sangat amat mengesankan. Bagaimana tidak kata pertama yang
terpampang dalam slide saja, “Selamat datang hai… SAUDAGAR!”
Pemateri luar biasa, seorang provokator sejati. Kenal?
Sampai pemateri pada bahasan ijin orang tua. IJIN adalah segalanya, dan perlu untuk membuktikan pada orang tua jika kita bisa, kita mampu, memenuhi segala keinginan ibu dan lain-lain, air mata saya tak bisa lagi dibendung.Menangis di tempat teringat kejadian sore kemarin.
Pemateri luar biasa, seorang provokator sejati. Kenal?
Sampai pemateri pada bahasan ijin orang tua. IJIN adalah segalanya, dan perlu untuk membuktikan pada orang tua jika kita bisa, kita mampu, memenuhi segala keinginan ibu dan lain-lain, air mata saya tak bisa lagi dibendung.Menangis di tempat teringat kejadian sore kemarin.
Silahkan jika mereka berkata menghalangi saya menangis, “Menangis boleh, tapi kita
terlalu kuat untuk menangis!” atau pemateri berkata, “Seorang pebisnis terlalu
lemah jika mudah menangis.”
Tidak! Silahkan kalian berkata apapun, saya sendiri yang
mengalaminya, betapa ridho dan ijin orang tua begitu saya perlukan saat ini.
Sangat amat saya perlukan, hingga airmata ini tak kuat lagi saya bendung.
Bisnis bukan lagi masalah untung rugi bagi saya.
BUKAN MASALAH UNTUNG RUGI.
Benar, ini masalah
bersikap. Ini masalah sikap, saya tidak peduli lagi tentang juta miliar karena
itu hanya sebuah semu yang pada akhirnya tetap akan hilang, dan tentu saja pada
saat yang tepat: yakni saya sudah mendapat restu orang tua dan berusaha sekeras
dan secerdas mungkin hal itu akan saya peroleh dengan mudah dan berkah.
Aku mau FREED!!!!!Insyallah dimudahkan dan diberkahkan, jika tujuannya memang baik. Bismillah. Freed meluncur membawa buku dan sakriuk serbu.
BUKAN MASALAH UNTUNG RUGI, ini masalah saya bersikap lebih baik kepada Ibu, bapak, orang lain juga masyarakat.
Hari itu saya benar-benar berinvestasi waktu, tenaga, pikiran, bahkan
perasaan. Ini benar-benar perasaan!
Hingga hati kecil ini menjerit dan terus memanggil-manggil
nama Tuhan untuk bisa memberi ampunannya pada diri yang penuh cela dan mohon
untuk dikuatkan sekaligus dimudahkan dalam segala urusan.
Karena sebua proseslah (proses inilah) saya “menjadi”, dan kelak tulisan ini
adalah sebuah kenangan yang indah tentang hidup yang saya jalani bersama
keluarga, terutama ibu terbaik yang saya miliki.
Allahu Akbar!
Az, penuh cinta untuk Ibu. (5/2/14: 12:53)
Saksi: Ruangan 1 UPI Tasikmalaya dan meja papan tulis serta kursi
bisu, juga lantunan nasyid “Nantikanku di batas waktu-edcoustik”.
Saya hendak memposting tulisan ini, sampai kelompok bisnis saya berdatangan satu-satu untuk melakukan "meeting perdana". Bismillah. Ibu doakan anakmu ini.
Ibu and Me!
Bahagia dengan Cara Sederhana
Suatu malam saya diingatkan tentang sebuah konsep yang sangat mencengangkan. Sebelum konsep itu ditemukan, saya merasa betapa lelahnya hidup saya. Terus mencari-cari dimana letak kebahagiaan hidup saya selama ini.
Hingga konsep itu terlintas begitu saja, "Bahagia itu sangat sederhana" benarkah? Saya bertanya-tanya. Sesederhana apakah?
Apakah sesederhana saya menuliskan kata "bahagia" atau sesederhana saya mengedipkan mata, oh tidak! Bahkan mata ini berkedip tidaklah sesederhana itu. Mungkinkah sesederhana alasan Tuhan menciptakan makhluknya?
Ya, mungkin itu.
Sampai suatu sore saat diminta menjadi pengisi sebuah training motivasi. Tiba-tiba saja pikiran saya mengingat kembali konsep itu.
"Training Motivasi: Seri Hidup Bahagia"
Semalam saya berpikir keras, bagaimana saya akan menyampaikan training ini, sedangkan hati saya sendiri pun belum lah menemukan secara utuh hidup bahagia itu seperti apa?
Lantas saya bertanya apakah dengan saya memiliki banyak uang saya bahagia? mungkin bisa, tapi tidak akan bertahan lama, hati saya tidak tentram.
Lalu? Apakah dengan saya menjadi pejabat atau jadi putri tercantik sedunia saya akan bahagia?
Oh tidak. Jika parameternya masih bersifat dunia semua tak akan kekal, kebahagiaan saya akan terbatas. Lalu apa?
Lalu dengan sisa iman yang ada dalam hati, saya menemukan dan mengakui bahagia itu memang sederhana, sesederhana alasan Tuhan menurunkan saya ke dunia.
Bahagia itu letaknya dalam hati, dan tidak saya ijinkan siapapun mencuri kebahagiaan saya.
Cukuplah saya melihat nikmat Tuhan dan saya mensyukurinya, dan saya melihat ujian Tuhan dengan bersabar terhadapnya. Selain itu, ada point lain yang ketika training saya lupakan yakni kita tidak membandingkan kelemahan kita dengan kelebihan orang lain. Karena itu hanya akan membuat kita jatuh terpuruk dan tak mensyukuri nikmat. Lalu banyak mengeluh lalu banyak menyalahkan orang lain dan diri sendiri, atau bahkan menyalahkan Tuhan!
Bahagia memang teramat sederhana, seperti tulisan di blog saya sebelumnya: kita perlu menerima, sebuah penerimaan yang murni. Terimalah diri kita apa adanya, karena kebahagiaan tidak terletak
seberapa banyak kita memiliki kelebihan, tapi seikhlas apa kita
mensyukuri kekurangan.
Baiklah, hari ini saya sedang diuji. Hampir saja putus asa, sangat putus asa.
Ujian mental untuk diri saya, khususnya!
Hujan di luar seolah mengerti, saya menangis di depan dosen yang memberi tugas: SAYA HARUS BERBICARA bahasa Inggris selama di Kampus.
Saya berlari kearah pendopo dan menagis sepuasnya disana, ditemani seorang sahabat saya menumpahkan semua kekesalan akan diri pribadi saya yang tak mampu berbahasa: kacau balau dalam bahasa Inggris.
Saya bahkan membenci lidah saya yang kaku, sebelum akhirnya sahabat saya mengingatkan bahwa itu sikap yang buruk-amat buruk!
Saya malu terus menjadi olok-olok banyak orang, saya ingin bisa dan ingin maju!
Perlahan Zahraa, proses, ini proses!
Akui dulu jika tak bisa, dan ayo belajar!
Hujan saja tak pernah letih turun ke bumi dan mampu membuat papinblok padepokan sedikit "legok". Masa saya harus letih, baru saja mendengar tugasnya dan belum apa-apa! Lihat langit masih luas! Boleh saja hujan tapi langit tetap terang, kau lihat itu!
Tapi jujur, ini hanya kejujuran!
Sumpah ding! Ini sangat menyakitkan buat saya. Disatu sisi sangat bahagia bertemu dengan dosen yang sedemikian hingga menekan hidup saya dan mau membuat saya maju, dan di sisi lain saya merasa sudah kalah duluan sebelum apa-apa.
Ya Allah......................
Bismillah, saya tidak tahu dua tahun ke depan saya akan menjadi apa. Tapi dalam hati kecil saya yakin, jika saya bisa istikomah dengan tugas ini saya akan jadi seseorang yang bisa lebih baik, bahkan bisa SUKSES!
Saya sudah bisa membayangkan diri saya beberapa tahun ke depan, bisa "ngomong" bahasa inggris dan berguna untuk hidup saya, bahkan bisa keluar negeri. Hingga pada akhirnya saya akan mengucapkan banyak terimakasih pada dosen yang membuat saya menangis dengan tugasnya tersebut.
"Ya Allah kuatkan diri saya, istikomahkan dalam jalan ini."
Baru aja berdoa tersebut, tiba-tiba saya pok aja pakai bahasa Indonesia, keceplosan! Heiiii astagfirulloh, INGAT saya harus ngomong pakai bahasa Inggris! plak!
Hujan masih turun saya harus bisa bahagia dan tetap bahagia dengan beban ini (jangan sebut beban-sebut sesuatu yang akan indah pada waktunya).
Oke Zahraa. Bahagia ini sederhana, kita tetap bersyukur dan bersabar. Tetap berjuang, tetap berjuang, kamu bisa.
Buatlah tujuan, langkah-langkah, strategi, dan evaluasi. Kamu harus konsekuensi terhadap apa yang kamu tulis.
Pelangi tak selalu datang tiap hari, jika saat ini hujan badai, kilat menyambar-nyambar, tapi masih ada esok dimana mungkin pelangi kan muncul tiba-tiba :)
Keajaiban akan selalu datang untuk mereka yang percaya. Bahagia itu sederhana! Keajaiban pun datang dari Tuhan dengan cara-cara yang sederhana. Hidup ini harus hebat, harus keren. Tapi sikap tetap sederhana.
Mengapa bendera itu kita hormati? Karena ia melambai-lambai ditiang yang tinggi.
Hujan tetap turun, tapi hati tetaplah hati, ia lembut, dan hanya kamu yang bisa buat ia bahagia atau terluka.
Tulisan ini akan memacu saya untuk berjuang, speak english everyday at campus!
Spirit adn keep calm, keep smile!
Best Regard.
Az. (4/4/14: 15:02) @ Ruang Akademik.
Ada Pak Dindin, Ada Vira, ada Pak Rijal.
Langganan:
Postingan (Atom)