Suatu malam saya diingatkan tentang sebuah konsep yang sangat mencengangkan. Sebelum konsep itu ditemukan, saya merasa betapa lelahnya hidup saya. Terus mencari-cari dimana letak kebahagiaan hidup saya selama ini.
Hingga konsep itu terlintas begitu saja, "Bahagia itu sangat sederhana" benarkah? Saya bertanya-tanya. Sesederhana apakah?
Apakah sesederhana saya menuliskan kata "bahagia" atau sesederhana saya mengedipkan mata, oh tidak! Bahkan mata ini berkedip tidaklah sesederhana itu. Mungkinkah sesederhana alasan Tuhan menciptakan makhluknya?
Ya, mungkin itu.
Sampai suatu sore saat diminta menjadi pengisi sebuah training motivasi. Tiba-tiba saja pikiran saya mengingat kembali konsep itu.
"Training Motivasi: Seri Hidup Bahagia"
Semalam saya berpikir keras, bagaimana saya akan menyampaikan training ini, sedangkan hati saya sendiri pun belum lah menemukan secara utuh hidup bahagia itu seperti apa?
Lantas saya bertanya apakah dengan saya memiliki banyak uang saya bahagia? mungkin bisa, tapi tidak akan bertahan lama, hati saya tidak tentram.
Lalu? Apakah dengan saya menjadi pejabat atau jadi putri tercantik sedunia saya akan bahagia?
Oh tidak. Jika parameternya masih bersifat dunia semua tak akan kekal, kebahagiaan saya akan terbatas. Lalu apa?
Lalu dengan sisa iman yang ada dalam hati, saya menemukan dan mengakui bahagia itu memang sederhana, sesederhana alasan Tuhan menurunkan saya ke dunia.
Bahagia itu letaknya dalam hati, dan tidak saya ijinkan siapapun mencuri kebahagiaan saya.
Cukuplah saya melihat nikmat Tuhan dan saya mensyukurinya, dan saya melihat ujian Tuhan dengan bersabar terhadapnya. Selain itu, ada point lain yang ketika training saya lupakan yakni kita tidak membandingkan kelemahan kita dengan kelebihan orang lain. Karena itu hanya akan membuat kita jatuh terpuruk dan tak mensyukuri nikmat. Lalu banyak mengeluh lalu banyak menyalahkan orang lain dan diri sendiri, atau bahkan menyalahkan Tuhan!
Bahagia memang teramat sederhana, seperti tulisan di blog saya sebelumnya: kita perlu menerima, sebuah penerimaan yang murni. Terimalah diri kita apa adanya, karena kebahagiaan tidak terletak
seberapa banyak kita memiliki kelebihan, tapi seikhlas apa kita
mensyukuri kekurangan.
Baiklah, hari ini saya sedang diuji. Hampir saja putus asa, sangat putus asa.
Ujian mental untuk diri saya, khususnya!
Hujan di luar seolah mengerti, saya menangis di depan dosen yang memberi tugas: SAYA HARUS BERBICARA bahasa Inggris selama di Kampus.
Saya berlari kearah pendopo dan menagis sepuasnya disana, ditemani seorang sahabat saya menumpahkan semua kekesalan akan diri pribadi saya yang tak mampu berbahasa: kacau balau dalam bahasa Inggris.
Saya bahkan membenci lidah saya yang kaku, sebelum akhirnya sahabat saya mengingatkan bahwa itu sikap yang buruk-amat buruk!
Saya malu terus menjadi olok-olok banyak orang, saya ingin bisa dan ingin maju!
Perlahan Zahraa, proses, ini proses!
Akui dulu jika tak bisa, dan ayo belajar!
Hujan saja tak pernah letih turun ke bumi dan mampu membuat papinblok padepokan sedikit "legok". Masa saya harus letih, baru saja mendengar tugasnya dan belum apa-apa! Lihat langit masih luas! Boleh saja hujan tapi langit tetap terang, kau lihat itu!
Tapi jujur, ini hanya kejujuran!
Sumpah ding! Ini sangat menyakitkan buat saya. Disatu sisi sangat bahagia bertemu dengan dosen yang sedemikian hingga menekan hidup saya dan mau membuat saya maju, dan di sisi lain saya merasa sudah kalah duluan sebelum apa-apa.
Ya Allah......................
Bismillah, saya tidak tahu dua tahun ke depan saya akan menjadi apa. Tapi dalam hati kecil saya yakin, jika saya bisa istikomah dengan tugas ini saya akan jadi seseorang yang bisa lebih baik, bahkan bisa SUKSES!
Saya sudah bisa membayangkan diri saya beberapa tahun ke depan, bisa "ngomong" bahasa inggris dan berguna untuk hidup saya, bahkan bisa keluar negeri. Hingga pada akhirnya saya akan mengucapkan banyak terimakasih pada dosen yang membuat saya menangis dengan tugasnya tersebut.
"Ya Allah kuatkan diri saya, istikomahkan dalam jalan ini."
Baru aja berdoa tersebut, tiba-tiba saya pok aja pakai bahasa Indonesia, keceplosan! Heiiii astagfirulloh, INGAT saya harus ngomong pakai bahasa Inggris! plak!
Hujan masih turun saya harus bisa bahagia dan tetap bahagia dengan beban ini (jangan sebut beban-sebut sesuatu yang akan indah pada waktunya).
Oke Zahraa. Bahagia ini sederhana, kita tetap bersyukur dan bersabar. Tetap berjuang, tetap berjuang, kamu bisa.
Buatlah tujuan, langkah-langkah, strategi, dan evaluasi. Kamu harus konsekuensi terhadap apa yang kamu tulis.
Pelangi tak selalu datang tiap hari, jika saat ini hujan badai, kilat menyambar-nyambar, tapi masih ada esok dimana mungkin pelangi kan muncul tiba-tiba :)
Keajaiban akan selalu datang untuk mereka yang percaya. Bahagia itu sederhana! Keajaiban pun datang dari Tuhan dengan cara-cara yang sederhana. Hidup ini harus hebat, harus keren. Tapi sikap tetap sederhana.
Mengapa bendera itu kita hormati? Karena ia melambai-lambai ditiang yang tinggi.
Hujan tetap turun, tapi hati tetaplah hati, ia lembut, dan hanya kamu yang bisa buat ia bahagia atau terluka.
Tulisan ini akan memacu saya untuk berjuang, speak english everyday at campus!
Spirit adn keep calm, keep smile!
Best Regard.
Az. (4/4/14: 15:02) @ Ruang Akademik.
Ada Pak Dindin, Ada Vira, ada Pak Rijal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar