Memang seperti kebanyakan orang, aku terbiasa berkata iklas, ikhlasin saja, aku ikhlas, ya hidup mesti ikhlas, ikhlas banget kok...
Tapi rupanya kita lupa dengan hukum belajar, bahwa ujian sesuatu materi hanya diberikan untuk mereka yang memang belum memiliki skill di materi tersebut. Misal seorang siswa belum menguasai aljabar, maka ia akan diuji dengan aljabar.
Lalu, ujian keiklasan hidup ini? Bukankah ini pertanda aku harus bisa menguasai ilmu ikhlas? Bagaimana caranya?
Ikhlas, ya. Sebuah ilmu yang perlu diperbarui setiap hari, lesensi ilmu ikhlas ini mesti dipertahankan. Sebab banyak hal pula yang dapat menyebabkan ilmu ini hilang, seperti tinggi hati, apresiasi diri berlebihan, bangga diri, merasa paling baik, merasa sempurna.... serta tentu saja karena lupa jika hidup ini hanya titipan.
Karena hidup memang titipan, jadi dijalani nyapun harus sesederhana mungkin, tidak merasa berlebihan dalam memiliki sesuatu atau mencintai sesuatu. Saat Allah percaya, ia titipkan pada kita fisik yang sempurna, harta yang cukup, orang-orang yang baik. Namun jika suatu saat Allah mengambulnya, akankah kita menyesal atau marah?
Bukankah Allah pemiliknya? Mengapa harus marah? Mengapa harus tidak terima? Semuanya milik Allah termasuk jiwa kita, dan yang tersisa dari kita adalah dosa, kita tak pernah memiliki apa-apa.
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib,
tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui
apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur
melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun
dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering,
melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)” (QS. Al An’am:59).
Lalu jika ini adalah perbuatan Allah, akankah kita menyesal? Jika penyesalan adalah karena diri kita yang teledor, wajar, itu tandanya kita berjanji untuk tidak teledor. Namun untuk berburuk sangka pada perbuatan Allah? menyesal karena perbuatan Allha?
Dan kehendak Allah tidak pernah sekalipun untuk mendzolimi hambanya.
"Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah,
dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat
gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar. (Annisa: 40)
Dua bulan lalu saya kehilangan orang yang paling berjasa, yang rela menukarkan nyawa demi melahirkan ku.
Kemarin, satu-satunya impian yang tercoret di buku mimpi, raib pula, handphone kesayangan, yang jadi pembantuku saat menyelesaikan tugas.
Ya, inti dari semua ini adalah ikhlas, nerimo. Dan tentu saja dengan berbaik sangka terhadap ketentuan Allah.
Aku tak pernah tahu, ini baik atau buruk. Tetapi, aku hanya harus berbaik sangka pada Tuhanku..
Setiap kehilangan akan tergantikan, setiap yang pergi akan kembali, setiap yang naik akan turun, setiap yang memberi akan menerima. Inilah hukum kembali.
Aku? Hanya harus bersemangat, untuk menata diriku, menata aktivitasku, untuk menjadikan pribadi yang lebih baik di mata Allah, dan berusaha mendapatkan cintaNya. Berusaha dapat bermanfaat seluas-luasnya dan sebanyak-banyaknya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersemangatlah dalam hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah dan jangalah kamu malas! Apabila kamu tertimpa sesuatu, janganlah kamu mengatakan : ’Seaindainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan jadi begini atau begitu’, tetapi katakanlah : ‘QoddarallÄhu wa maa syÄ-a fa’ala” (HR. Muslim)
Ini semua sudah takdir Allah, ikhlas dan move on!
Az, gedung baru, 19/11/14; 10;08.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar