Kamis, 09 Juli 2015

SIDANG SKRIPSI

sedang tidak enak badan, tapi ingin menuliskan sesuatu tentang skripsi. buakn lagi tentang bagaimana menyusunnya, tentang bagaimana proses sidang itu berlangsung. Jika aku mesin, ini cerita akan kuulang-ulang diceritakan... kepada sesiapa yang ingin tahu. Enam hari sebelum sidang skripsi, aku bersama teman iseng-iseng membayangkan proses persidangan. maklum, kita terlalu parno.. dan dari obrolan itu sepakat dengan tips-tipas menghadapi penguji: 1. Pura-pura sakit, bleh meriang flu, sakit gigi, atau batuk-batuk. Mana ada penguji yang tega nahan tersangka sampai 1 jam 2 jam, kan tersangka mau ke dokter segera gituloh, walaupun gak ke dokter ya kan harus istirahat. 2. Tips 2 ini cukup manusiawi, bagaimana kalau pas sahur kita makan jengkol atau pete, terus jangan gosok gigi, nah nah kan berhadapan, penguji gak mau dong bau terus menerus, alhasil sidang akan cepat berlalu. Bisa sih, tapi bisa dipastikan nilai atittude kita C, hehehe.. 3. Tips ketiga adalah menjawab pertanyaan dengan semanis mungkin tanpa pembelaan untuk hal-hal teknis, dan pantang menyerah untuk masalah yang bisa ganggu kontent, misal mempertahanakan rumusan masalah :D kan kalo masalah penomoran halaman mah, bukan esensi. Harus manis nih, kalo bisa angguk-angguk kepala dan mencatat semua perkataan penguji. hahaha... 4. Tips ke empat, menjawab sebelum dikasih pertanyaan. begini, coba anda.... langsung kita jawab, "saya bersedia pak." haham tips ini apasih gaje. Begitulah kita menciptakan tips menghadapi ujian sidang skripsi. Entah karena kualat atau apalah, setelah percakapan malam itu, dinding mulutku bengkak, sariawan, dan sariawannya suhbanallah sebesar naudzubillah, kalo kesentuh gigi samping, rasanya ingin teriak sekuat-kuatnya............. sakitttttt banget! Seumur hidup baru mengalami sariawan separah ini. Dan kata orang ini bisa disebabkan: 1. Setres 2. Kurang tidur 3. Kurang minum 4. Kurang makan buah dan sayur... Pokoknya gitu lah, berbagai cara dilakukan. Sempat terbesit, apakah ini karena efek menggunakan akawa gigi juga ya? Sejak Juni saya berniat merapihkan gigi, dan benar saja, setiap mau bicara saya harus buka mulut hati-hati, kalu tidak kawat gigi bisa nyangkut di lubang naudzubillah itu... Ibu bilang, ke dokter, buka lagi saja kawatnya! Ada 4 hari tiap mau buka saum, bangun tidur, atau mau sahur pasti nangis dulu, apalagi pas gosok gigi, cireumbay.... Sakitnya gak ketulungan, sampai suatu hari berdiri di depan cermin dan berkata, aku gak sakit, kamu sakit ge aku kuat, tapi tetep we bari ceurik... da sakit. LOL. Bapak bilang, coba pakai harangasu, harangasu abu hitam dari sisi-sisi hawu... yeuh kolot jaman baheula mah pake harangasu. Oke... dengan mata terpejam, kuoleskan harangasu ke dinding mulut tepat ke lubangnya, dengan air mata bercucuran akhirnya si harangasu menempel tepat. jedad jedud berkurang, setelah itu tetep sakit lagi... Ibu bilang aku salah memakinya, harusnya pas mau tidur, terus biar sama kapasnya saja. oke, demi sidang lancar, saya coba lagi, walau tahu sakitnya kaya gimana... oles harangasu pakai kapas, ditempel di lubang sebelum tidur bari cireumbay! Pas bangun tidur, memang enak dingin, dan pipiku chubby kan, nah nah sebelum makan tentu kapas di lepas dong, lalu satu dua.. tiga.. kapas di tarik.. "AWWWWWWWWWWWWWWWWWWWWWWWWwwwwwwwwwwwwwwwwwwww!" seperti dicubit didaerah yang luka. menjerit sekuat tenaga, sakit broh! Ibu kaget, kenapa? kulihat lubang di dinding mulutku semakin dalam dan merah. Kata ibu, atuh da kapasnya di bawa tidur! Ibu!!!!! kan ibu yang bilang... Dengan santai ibu bilang, 5 menit saja, kapasnya ambil lagi.. Ah sudahlah... Hari selas sidang, tapi sariawanku tak kunjung menunjukkan tanda sembuh, aku tak bisa berkata, meminta atu berbicara dengan isyarat, atau menulis. dan sebalnya orang-orang malah ketawa, atau ngajak bercanada yang bikin posisis mulut pipi dan wajah berkerut, itu sakit loh. jadinya sering menyepi dan nangis sendiri deh... Hari Senin kembali ke tasik, ibu menyelipkan harangasu di balik tasku, anggo nya kata ibu. Senin itu aku mau ketemu OM Pidi, mau simulais sidang, dan memang walau terbata-bata aku bisa ngomong dan menjawab pertanyaan om pidi. Om Pidi bilang, itu sih kamu pakai kawat segala ih, buka kali lah Li... duh! Akhirnya pulang dari Om Pidi, karena tak kuat dengan sakit, dan harangasu tak mempan, oh ya sempat juga pakai osari yang dari madu dan kurma itu loh, GAK MEMPAN, ngajeletot tapi terus aja nyut nyut.. memutuskan ke dokter gigi, dokter gigi yang biasa merawat tak bisa datang ya sudah datang ke dokter gigi lain, dan alhasil dibuka lah dua kawat yang dekat dengan lubang naudzubillah itu. Apakah jadi plong? Mendingan, tapi tetap sakitnya tak bisa dihilangkan terutama ketika berbicara. Besok sidang tapi aku gak bisa bicara? bagaimana bisa, ya ALlah sebuhkan abi ya Allah.. itu doa yang tak henti-henti. Tahu gak? Selama sakit sariawan, saking panasnya mulut kalo tidur ingin sekali dikipasin, sampai selalu nyiapin kain khusus jika aku posisinya ke kanan atau kiri, siapain buat ngeces! Hahaha jorokkan, but that true! Hari H tiba... ini tulah kayanya, aku beneran sakit, sariawanku jedud-jedud, mungkin ini puncaknya. Dengan masker pink, aku siap di sidang... penyidangnya: 1. Prof. Cece 2. Dr. Karlimah 3. Drs. Edi Hendri Tahu kan ketiganya, guru-guru besar idealis yang aku akan mendadak ciut, dan bisa membuat berat badanku turun drastis. Ya Allah, abi ingin hari ini lancar dan abi bisa bicara kalo ditanya ituh ya Allah plis ya Allah... itulah nikmat bisa bicara itu, jaga lisan makanya sist bro! Ternyata prof Cece memsiahkan diri, ia menyidangku sendirian, eh dibantu dua asdosnya Pak Opik dan Om Pidi. ENtah karena situasi yang dibuat merinding, parnoku kambuh, dan jawabanku entah apa, menguap kemana semua isi skripsiku, dan yang pasti aku merasa suaraku bergetar hahahha,, sampai ketika akan berkata olehnya.. kok aku malah bilang olehna, aku berpikir huruf Y nya kemana ini? Aku ulangi katana, aduhhh kok ngilang sih.. hahaha. akhirnya aku diam, sambil pengen nangis gitu juga, hahaha, maklum gigi juga sakit karena kawatku membuat formasi baru pasca dibuka 2 biji... lah kompleks we, hari itu :D teori apa yang anda gunakan? tanya pak Prof. Tarigan pak dan wellek dan Waren. mengapa bukan teori anda? Anda tahu apa itu teori? Sist bro, aku diam loh ditanya gituh beberapa detik, aku tak mau dong asal bunyi, sambil mikir masa perkuliahan dulu tahun 2011, pak didi yang bilang apa bedanya asumsi sama teori. AKu jawab sambil dagdigdug, "Asumsi yang sudah terbukti kebenarannya pak." "Iya itu teori, tepatnya teori itu itu sesutau yang bisa menjelaskan, menerangkan, terus apalagi ayo? aku melongo.... "Menemukan.." bukan itu, "memprediksi!" ucap prof, mungkin jengkel padaku yang belet.. :( Apa yang anda ketahui tentang kebenaran? Hah? Ini apa pula? Jika berjata tentang kebenaran, maka sumber kebenaran yang bersifat postulat adalah kebenaran Tuhan, ucapku datar dan sok tahu, hahahha... iya itu, benar, dan sumber itu apa? setelah itu adalah hadist ucapku lagi hahaha.. iya apa itu sumbernya? aku masih aja loading. "Alquran dong!" ucap prof gereget, hehe peace Pak. Panjang dan lebar lagi pertanyaan, tentang narasumber skripsiku sastrawan Acep Zamzam Noor, mengapa anda memilihnya? apakah anda memilih be,iau karena anda merasa harus memperkenalkan beliau atay karena masalah? Karena masalah dilapangan pak, jelasku datar. bagus, ucap prof lagi. Ya ALlah untung mulutku gak salah jawabm ya Allah, terima kasih. Kenapa tidak membuat biografi ANda saja? Aku tercekat, biografi diriku sendiri? Siapalah aku mah pak, apalah-apalah, jawabku. Pak Prof marah. Kamu ya, tidak bersyukur, kamu itu.... (bahasa pak prof asalnya anda jadi kamu?) kamu harus syukuran! Jangan pesimis, jangan down, potensi kamu bla... bla... kamu itu pasti banyak yang suka ke kamu... sudahlah skripsi kamu sudah oke, saya mau pesan ke kamu, tanggal 25 Juli saya juga pergi dari kampus, begitu juga kamu, anggap ini petuah ya, kalau jodoh itu jangan standar tinggi.. bla-bla-bla... Hidup ini mana tahu, nih dua orang ini, mereka gak tahu mulanya akan jadi dosen, ujarnya melirik pak opik dan om P, dia liriknya pada pak Opik, hanya seorang mahasiswa yang suka di masjid ngawurukkan barudak, gak tahau hati saya tersentuh saja dan nawarin dia ngajar di kampus. Tuh hati saya yang bergerak saya gak tahu, itu kehendak Allah... kamu juga... saya jadi meleleh mendengarnya, banyak yang diceritakan beliau tentang jodohnya, ibu. Dan itu berujung pada pertanyaan penutup, jadi kesimpulan yang tadi saya omongkan apa? "jangan mencari yang sempurna pak! ucapku polos dan bingung. Ah kamu, bukan itu... kamu Pidi, apa? Om Pidi tersenyum sama-sama bingung wajahnya, "Harus saling melengkapi pak, ucapnya mantap. nah itu: SALING MELENGKAPI! Sampai saat ini, itu yang aku ingat dari sidangku dengan beliau. Sok ada yang mau nanya, tawar pak prof pada dua asistennya. Pak Opik mengambil buku produkku, ini puisi siapa? karya peneliti pak, karya siapa tanya pak prof ingin tahu juga? Annisa Zahraa pak. jawabku. Dan om Pidi meledak tawanya, begitu juga pak prof yang memandangku dengan aneh. Coba bacakan! perintah Pak Opik. Guys, bayangkan gigiku yang sakit ngomong aja, mesti baca puisi, sumpeh itu mau nangis saja, sambil minta ampun, takut-takut air liurku yang panas keluar bak lahar tak tertahan. Ya Allah........... Akhirnya kubacakan puisi, dan diujung sesi tepuk tangan untuk tangisku yang tak bisa ditahan, sakit bro! bukan menghayati puisi :( Setelah ditanya bertubi oleh Pak Opik, gak bertubi juga ketang, pak prof memperlihatkan nilai yang kuperoleh, nih buat kamu, saya berani nagsih dan memperlihatkan ke kamu, sudah tanpa revisi! Aku melongo dan setenagh bahagia juga... sidang itu tak semenyeramkan awalnya. Saat pak prof mempersialkan duduk, dan bertanya, siapa nama Anda? hah, ini serius nih ucapku sambil degdegan. Semua aman pada akhirnya. Keluar dari ruangan sidang, mencari WC, pakai masker lagi.. siap diuji lagi dengan dr. arli dan drs. edi. ______________bersambung dulu ya_______________-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar